in ,

Ketum APPSI Minta Percepatan PP Turunan UU HKPD

UU HKPD
FOTO: IST

Ketum APPSI Minta Percepatan PP Turunan UU HKPD

Pajak.comSamarinda – Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) Isran Noor meminta pemerintah mempercepat terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). Isran yang juga menjabat sebagai Gubernur Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) ini mengatakan, UU HKPD sejatinya mengatur dua substansi besar yaitu tentang pajak daerah dan retribusi daerah, serta tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Khusus lingkup pajak daerah, terdapat dua komponen penerimaan pajak daerah yang bakal berdampak negatif terhadap penerimaan asli daerah (PAD) akibat implementasi UU HKPD. Kedua komponen tersebut adalah pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).

Untuk itu, pemerintah daerah di seluruh Indonesia telah membuat rancangan peraturan pemerintah daerah (Raperda) baru tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Namun, Reperda yang saat ini terus berproses, mengalami kendala lantaran belum terbitnya regulasi turunan UU HKPD.

“Saat ini pemprov seluruh Indonesia telah menyiapkan rancangan peraturan pemerintah daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah, namun masih menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari UU HKPD,” jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), di Gedung DPD RI Kaltim, Samarinda, dikutip Pajak.com, Kamis (30/3).

Baca Juga  Kiat Efektif Dorong kemajuan Karier

Di kesempatan tersebut, Isran pun meminta DPD RI untuk mendorong percepatan diterbitkannya PP tersebut.

“Kami meminta bantuan kepada bapak-ibu senator di sini untuk mendorong percepatan terbitnya PP tersebut, agar Raperda bisa disahkan dan diberlakukan di daerah,” ucapnya.

Isran bilang, pemberlakuan UU HKPD memang mengundang kontroversi, khususnya bagi pemerintah daerah yang merasa dirugikan karena berdampak terhadap berkurangnya PAD.

“UU HKPD ini sudah diundangkan dan mau apalagi. Dengan adanya UU HKPD ini memang ada penurunan dari penerimaan rata-rata umum di provinsi-provinsi, tapi di kabupaten/kota pada umumnya mengalami kenaikan meskipun memang tidak berdampak signifikan. Namun yang pasti, Kaltim itu sami’na wa atho’na, kami mendengar dan kami taat,” ucap Isran.

Alih-alih dianggap menyakitkan, Isran berujar bahwa semua regulasi yang diberlakukan pemerintah punya peran atau hikmah penting. Misalnya, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, yang membuat pemerintah pusat tidak lagi berfokus pada pembangunan di Pulau Jawa.

Sebelumnya, pembangunan infrastruktur sebanyak 56 persen dilakukan di sana. Sementara sisanya sebesar 44 persen dibagi untuk wilayah di luar Pulau Jawa, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.

“Sudah benar itu ibu kota negara dipindahkan ke Kaltim, agar terjadi pemerataan pembangunan, khususnya untuk wilayah timur Indonesia. Jadi tidak lagi Jawa-sentris, melainkan Indonesia-sentris. Karena Kaltim letaknya berada di tengah-tengah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tuturnya.

Baca Juga  Ini Risiko Wajib Pajak Bila Tidak Memadankan NIK - NPWP

Menyiasati menurunnya pendapatan asli daerah sebagai dampak pemberlakuan UU HKPD, Isran mengungkap berbagai upaya dilakukan oleh masing-masing pemda, tetapi belum tentu kebijakan itu dapat berhasil atau memberikan penerimaan daerah yang signifikan.

Salah satu contoh, lanjutnya, adalah kebijakan relaksasi pembayaran pajak kendaraan bermotor (PKB) di Kaltim selama pandemi COVID-19, melalui pemberian diskon hingga bebas denda keterlambatan. Upaya ini diklaim Isran memberikan dampak besar terhadap penerimaan pajak daerah.

PAD Kaltim dipastikan meningkat selama 2–3 tahun terakhir berkat pemberian relaksasi yang dilakukan Pemprov Kaltim melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kaltim. Upaya lainnya adalah pajak penjualan kendaraan roda dua tidak melebihi 1 persen.

“Mengenakan pajak penjualan motor itu jangan sampai melebihi 1 persen, maksimal 0,9 persen. Karena jika lebih dari itu maka akan jadi beban. Jangan sampai kita membebani masyarakat. Sehingga masyarakat juga taat membayar pajak,” pungkas Isran.

Ketua BULD DPD RI Stefanus BAN Liow pun berjanji akan menyampaikan sekaligus mendorong pemerintah untuk segera menerbitkan PP yang dimaksud. Selain PP, Stefanus menyebut terdapat 22 peraturan menteri dari berbagai sektor yang akan memerinci aturan teknis dan pelaksanaan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah.

Baca Juga  Kurs Pajak 17 – 23 April 2024

“Kita akan mendorong segera diterbitkannya PP turunan dari UU HKPD ini. Dari catatan kami, setidaknya ada 22 peraturan menteri dari berbagai sektor terkait tata cara pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Kita harapkan ini mampu mendorong percepatan pembentukan peraturan daerah terkait pajak daerah sesuai dengan UU HKPD,” ucap Stefanus.

Ia pun menuturkan, tujuan dari RDPU ini memang untuk memperoleh masukan komprehensif terkait dengan perspektif penerimaan pajak daerah setelah implementasi UU HKPD. Adapun pendapat, pandangan, masukan, dan usulan dari pemprov, kabupaten dan kota, khususnya tentang pajak daerah dan retribusi daerah menjadi bahan secara substansi yang akan ditindaklanjuti di rapat dengar pendapat (RDP) pada 5 April 2023.

RDP ini akan dilakukan bersama Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, dan Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *