Kenali Perbedaan Wakil dan Kuasa Wajib Pajak
Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah memberikan keleluasaan kepada Wajib Pajak untuk meminta dan/atau menunjuk pihak lain yang lebih memahami mengenai perpajakan sebagai wakil maupun kuasa Wajib Pajak. Apa perbedaan wakil dan kuasa Wajib Pajak?. Mari Kenali Perbedaan Wakil dan Kuasa Wajib Pajak Pajak.com akan mengulasnya berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Wakil adalah orang dalam atau individu yang dipercaya oleh Wajib Pajak secara khusus. Dalam melakukan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak dapat diwakili dalam hal:
1. Badan diwakili oleh pengurus yang tercantum dalam akta pendirian badan atau dokumen pendirian dan berdasarkan atas surat penunjukkan yang ditandatangani oleh pimpinan yang berwenang.
2. Badan yang dinyatakan pailit diwakili oleh kurator.
3. Badan dalam pembubaran diwakili oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan.
4. Badan dalam likuidasi diwakili oleh likuidator.
5. Warisan yang belum terbagi diwakili oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya, atau yang mengurus harta peninggalannya.
6. Anak yang berada di bawah perwalian diwakili oleh wali.
7. Orang yang berada di bawah pengampuan diwakili oleh pengampunya.
Kuasa Wajib Pajak adalah orang yang menerima kuasa khusus dari Wajib Pajak dalam melakukan hak dan kewajiban perpajakan tertentu sesuai peraturan perundang-undangan. Kuasa terdiri dari dua macam, yakni:
● Konsultan pajak.
● Karyawan Wajib Pajak.
Baik konsultan pajak maupun karyawan Wajib Pajak harus memenuhi persyaratan yang terdapat pada Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan nomor 449/PMK.03/2014.
1. Menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
2. Memiliki surat kuasa khusus dari Wajib Pajak yang memberi kuasa.
3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
4. Telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan Pajak Penghasilan (PPh) tahun pajak terakhir, kecuali terhadap seorang kuasa yang tahun pajak terakhir belum memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT tahunan PPh.
5. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
1. Memiliki sertifikat brevet di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan kursus brevet pajak.
2. Ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan, sekurang-kurangnya tingkat diploma III, yang diterbitkan oleh perguruan tinggi negeri atau swasta dengan status terakreditasi A.
3. Sertifikat konsultan pajak yang diterbitkan oleh Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak.
1. Nama, alamat, tanda tangan di atas materai, serta NPWP dari Wajib Pajak pemberi kuasa.
2. Nama, alamat, dan tanda tangan, serta NPWP dari Wajib Pajak penerima kuasa.
3. Hak dan kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan berupa keperluan perpajakan, jenis pajak, dan masa pajak/bagian tahun pajak/tahun pajak.
Comments