in ,

INDEF: Kebijakan Perpajakan 2022 Blunder

Ketiga, pemerintah menargetkan rasio utang berada di level 43,7-44,2 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), padahal kondisi itu hampir dipastikan sulit tercapai. Sebagai perbandingan posisi rasio utang per Maret 2021 sudah 41,6 persen, naik signifikan dari Maret 2020 di 32,1 persen. Artinya, naik hampir 10 persen dalam satu tahun terakhir.

“Ya tergantung strateginya. Kalau pemerintah berani memajaki orang kaya lebih tinggi maka rasio pajak akan naik dan target 8 persen bisa tercapai, pendapatan naik, utang turun. Tapi, dalam konteks di Indonesia, selama ini kontribusi pajak orang kaya di Indonesia masih rendah,” kata Bhima.

Berdasarkan data Forbes, 50 orang paling kaya di Indonesia tahun 2019 memiliki total kekayaan mencapai Rp 1.884,4 triliun. Sementara realisasi pajak penghasilan (PPh) 21 per November 2019 mencapai Rp 133,1 triliun—meliputi seluruh masyarakat dari beragam kelas pendapatan. Drai total itu rata-rata kontribusi orang kaya terhadap total penerimaan pajak sebesar 0,8 persen atau Rp 1,6 triliun.

Baca Juga  Belum Ada Aktivitas dan Transaksi, Wajib Pajak Tetap Harus Lapor SPT Badan?

Empat, crowding out effect menjadi risiko yang disampaikan, namun upaya untuk mencegah perebutan dana di pasar tidak tercermin dalam rencana pemerintah di tahun 2022.

“Fakta bahwa investor dan perbankan lebih tertarik menaruh uang di SBN (surat berharga negara) karena mendapatkan imbal hasil yang tinggi sangat berdampak pada ketersediaan likuiditas di sektor riil,” kata Bhima.

Seperti diketahui, per Desember 2020 dana perbankan yang dimasukkan dalam obligasi negara mencapai Rp 1.497,05 triliun atau meroket hampir 2,5 kali lipat. Porsi dana perbankan di SUN pun naik menjadi 38,77 persen.

Ditulis oleh

Baca Juga  Sri Mulyani: Penerimaan Pajak Hingga 15 Maret 2024 Terkontraksi Penurunan Harga Komoditas

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *