Insentif Pajak untuk Penempatan DHE di Dalam Negeri
Pajak.com, Cikarang – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) tengah mendesain insentif pajak bagi eksportir yang menempatkan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri lebih lama. Pemerintah dan BI juga akan memperluas sektor usaha yang wajib menempatkan DHE di dalam negeri, melalui amandemen Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
Seperti diketahui, berdasarkan PP Nomor 1 Tahun 2019, hanya devisa dari ekspor komoditas perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan perikanan yang wajib ditempatkan dalam sistem keuangan Indonesia. Eksportir di wajib menempatkan devisa di Indonesia ke dalam rekening khusus DHE SDA pada bank yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah pendaftaran pemberitahuan pabean ekspor.
Sesuai PP Nomor 1 Tahun 2019, pemerintah memberikan tarif pajak khusus atas bunga deposito yang dananya berasal dari DHE. Bunga deposito DHE dalam satu bulan dan dengan mata uang dollar AS dikenai Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 10 persen. Kemudian, tarif PPh final sebesar 7,5 persen diberikan untuk deposito DHE berjangka waktu 3 bulan, tarif 2,5 persen untuk jangka waktu 6 bulan, dan tarif 0 persen untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan.
Sementara itu, tarif PPh final untuk bunga deposito yang bersumber dari DHE dalam mata uang rupiah ditetapkan 7,5 persen untuk jangka waktu 1 bulan, tarif 2 persen untuk jangka waktu 3 bulan, dan tarif 0 persen untuk jangka waktu 6 bulan atau lebih.
“Kami sedang di dalam proses untuk membahas, pertama, ekspansinya. Kedua, bentuk insentif (pajak) yang dibutuhkan apakah berbeda. Karena kalau ekspor dari SDA mungkin nature-nya akan berbeda dengan manufaktur. Skema insentif yang selama ini, kalau dia (eksportir yang menyimpan DHE) tetap di Indonesia lebih dari 6 bulan atau sampai 12 bulan, (baru diberikan insentif) pajak, return-nya dari BI juga akan diberikan secara kompetitif. Sehingga mereka tidak merasa kehilangan opportunity dari dana devisa yang mereka miliki,” jelas Sri Mulyani dalam acara Kunjungan ke Cikarang Dry Port (CDP), Cikarang, Jawa Barat, dikutip Pajak.com (30/1).
Ia mengakui, rencana mewajibkan sektor manufaktur untuk menempatkan DHE di dalam negeri perlu kajian yang komprehensif dan penuh kehati-hatian. Sebab sektor SDA memiliki karakteristik mengolah komoditas dari dalam negeri, sementara pengusaha manufaktur biasanya mengimpor bahan baku untuk kemudian diolah dan diekspor kembali.
“Pengusaha manufaktur, kan, terkadang perlu memutar DHE untuk mengimpor bahan baku di luar negeri. Makanya, nanti pemerintah akan berhati-hati dalam merumuskan kewajiban menahan DHE di dalam negeri, sehingga tidak menimbulkan konsekuensi negatif,” kata Sri Mulyani.
Selain akan menguntungkan eksportir, amandemen aturan kewajiban penempatan DHE di dalam negeri juga diharapkan mampu meningkatkan cadangan devisa negara. Apalagi saat ini aktivitas ekspor Indonesia mulai meningkat setelah diterpa badai pandemi. Kementerian keuangan mencatat, hasil ekspor Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang positif selama 31 bulan beruntun sampai dengan akhir tahun 2022, yaitu mencapai 609,1 miliar dollar AS atau lebih dari Rp 9.500 triliun
Sebelumnya, pembahasan soal amandemen PP Nomor 1 Tahun 2019 diutarakan oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers usai mengikuti Rapat Terbatas mengenai Evaluasi Capaian Investasi Tahun 2022 dan Target 2023 yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Kantor Presiden, Jakarta, (11/1).
“Pemerintah berencana meninjau lebih jauh jumlah besaran devisa yang harus masuk ke dalam negeri serta ketentuan waktu untuk devisa bertahan di dalam negeri. Jadi, jumlah devisa berapa, sektor mana, dan berapa lama dia parkir di dalam negeri. Kami akan memasukkan beberapa sektor, termasuk sektor manufaktur,” ungkap Airlangga.
Secara simultan, pemerintah dan BI juga tengah mempersiapkan penguatan ekosistem penempatan mata uang dollar AS di dalam negeri, sehingga mampu menyaingi negara-negara lain. Salah satunya, Singapura yang menjadi tempat favorit para eksportir untuk menempatkan DHE.
“Jangan sampai ekosistem kita tidak sebanding dengan Singapura, misalnya. Karena kalau devisanya parkir di negara sendiri kayak Thailand yang mewajibkan 3 bulan, itu bisa memperkuat cadangan devisa kita dan akan memperkuat kurs rupiah. Ini yang diperlukan di tahun 2023 dengan ekspor yang baik, ya. Kita minta dollar-nya itu pulang dan dollarnya pulang ke sini (dalam negeri), tentu dengan tingkat suku bunga tertentu dari sistem perbankan yang ditopang oleh BI,” kata Airlangga.
Comments