in ,

Ekonom INDEF Sebut Badan Penerimaan Negara Bukan Jaminan Rasio Pajak Akan Meningkat

Foto: Aprilia Hariani

Ekonom INDEF Sebut Badan Penerimaan Negara Bukan Jaminan Rasio Pajak Akan Meningkat

Pajak.com, Jakarta – Pembentukan Badan Penerimaan Negara merupakan gagasan Prabowo Subianto untuk mendongkrak rasio penerimaan negara hingga 23 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kendati demikian, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya menyebut bahwa pendirian Badan Penerimaan Negara bukan jaminan rasio penerimaan negara, termasuk rasio pajak akan meningkat.

Analisis tersebut disampaikan Berly dalam diskusi panel yang digelar oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) bertajuk Membedah Stagnasi Tax Ratio Indonesia: Masalah Struktural, Teknis, atau Ekonomi?, di Kantor IKPI Jakarta Selatan, pada (19/5/25).

“Di beberapa negara yang mengubah kelembagaan, misalnya dari Direktorat Jenderal Pajak [DJP] menjadi badan tersendiri, ada yang meningkat, ada yang tidak. Artinya, pembentukan Badan Penerimaan Negara atau SARA [Semi-Autonomous Revenue Authority] bukan jaminan [rasio pajak] meningkat. Pembentukan badan nantinya perlu banyak effort, kejelasan arah dan wewenang supaya lebih efektif untuk benar-benar meningkatkan penerimaan dan rasio pajak,” jelas Berly, dikutip Pajak.com, (21/5/25).

Baca Juga  Kanwil DJP Jakarta Selatan I Bukukan Penerimaan Pajak Rp40 Triliun hingga Mei 2025

Dengan demikian, ia berpandangan, gagasan pembentukan Badan Penerimaan Negara hanya salah satu cara untuk mendorong penerimaan dan rasio pajak di Indonesia. Berly justru menyarankan pemerintah untuk mengoptimalkan mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meliputi konsumsi rumah tangga, investasi, belanja pemerintah, dan ekspor.

“Kita harus melihat kembali industri-industri mana yang sebenarnya potensial, tapi punya kontribusi [terhadap penerimaan pajak] yang minim. Mesin terbesar kita ada di sektor pengolahan yang memiliki kontribusi 19,25 persen, perdagangan 13,22 persen, pertanian 12,66 persen, pertambangan 8,99 persen. Tapi di sini sektor pertanian dengan kontribusi cukup besar, tidak banyak dikenakan PPN [Pajak Pertambahan Nilai] karena mayoritas merupakan sektor informal, walaupun nanti kena pajaknya di supermarket, sehingga hanya memengaruhi sektor perdagangan. Kalau strukturnya masih seperti ini, akan sulit meningkatkan pajak,” jelas Berly.

Baca Juga  Dirjen Pajak Baru Ungkap Jurus Jitu Genjot “Tax Ratio” Indonesia

Selain itu, mesin terkuat penggerak pertumbuhan ekonomi nasional adalah jasa transportasi, pergudangan, serta informasi dan teknologi. Meski begitu, Berly juga melihat banyaknya ruang informal yang tidak dikenakan pajak pada sektor tersebut.

“Kita banyak kehilangan pajak, atau pajaknya masih rendah di sektor yang sebetulnya memiliki kontribusi dan pertumbuhan yang tinggi,” tandasnya.

Berly juga memberi catatan adanya penurunan konsumsi rumah tangga hingga kurang dari lima persen pada kuartal I-2025. Padahal, kontribusi konsumsi rumah tangga mencapai sebesar 54,53 persen terhadap PDB.

“Konsumsi dan investasi cenderung menurun di kuartal I-2025, sehingga diprediksi pertumbuhan ekonomi juga menurun di tahun ini. Artinya, penerimaan pajak juga akan menurun,” ujarnya.

Baca Juga  Prabowo Terbitkan PP 28/2025! Pelaku Usaha Bisa Ajukan 8 Fasilitas Pajak Ini dari Sistem OSS 

Oleh karena itu, Berly berharap pemerintah dapat mendesain kebijakan yang mampu meningkatkan daya beli masyarakat sehingga mampu mengatrol variabel konsumsi rumah tangga.

Baca juga: 

Rasio Pajak Stagnan, Guru Besar UI: Segera Bentuk Badan Penerimaan Negara

Prabowo Tetapkan Hadi Poernomo sebagai Penasihat Khusus Bidang Penerimaan Negara, Ini Rekam Jejak dan Terobosannya

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *