in ,

IKPI Gelar Diskusi Panel, Rumuskan Solusi Stagnasi Rasio Pajak

IKPI Diskusi Panel
FOTO: Aprilia Hariani/PAJAK.COM

IKPI Gelar Diskusi Panel, Rumuskan Solusi Stagnasi Rasio Pajak

Pajak.com, Jakarta – Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menggelar Diskusi Panel bertajuk Membedah Stagnasi Tax Ratio Indonesia: Masalah Struktural, Teknis, atau Ekonomi?, di Gedung IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, (19/5/2025). Melalui kegiatan ini IKPI berupaya merumuskan penyebab sekaligus solusi untuk mengatasi stagnasi rasio pajak (tax ratio).

Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld menuturkan, Diskusi Panel ini menjadi forum terbuka lintas sektor yang menghadirkan berbagai sudut pandang dalam membedah penyebab mandeknya rasio pajak di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Ia mencatat, rasio pajak Indonesia dalam kurun waktu lima tahun tidak beranjak dari 10 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yaitu sebesar 8,33 persen (pada 2020), 9,13 persen (2021), 10,41 persen (2022), 10,31 persen (2023), dan 10,07 persen (2024).

Di sisi lain, Vaudy berpandangan bahwa sejatinya rasio pajak tidak bisa dilihat sebagai indikator tunggal yang mencerminkan kinerja otoritas pajak. Karena rasio sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor struktural dan makroekonomi yang tidak berada dalam kendali Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

“Rasio pajak ini sangat dipengaruhi oleh banyak sebab. Penerimaan negara bukan pajak [PNBP] dan bea cukai hanyalah satu sisi. Kemudian, ada pembaginya yaitu PDB yang dipengaruhi oleh konsumsi, investasi, ekspor-impor, dan kinerja pemerintah secara umum,” jelasnya kepada awak media di sela-sela acara, (19/5/25).

Dengan demikian, IKPI mengusulkan kepada pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang efektif demi meningkatkan seluruh variabel PDB tersebut. Misalnya, memastikan kemudahan investasi atau mendorong kebijakan strategis untuk mendongkrak daya beli masyarakat yang bermuara pada peningkatan konsumsi.

“Pembuat kebijakan perlu memahami bahwa tax ratio adalah tanggung jawab kolektif seluruh ekosistem pemerintahan, bukan hanya instansi perpajakan, ada dari kementerian koordinator bidang perekonomian, kementerian investasi, swasta atau pelaku usaha, praktisi, hingga masyarakat Wajib Pajak. Karena tax ratio bukan hasil kerja satu-dua instansi, melainkan refleksi dari sinergi nasional,” ujar Vaudy.

Baca Juga  Kritik Dirjen Pajak, DPR: 2 Kali "Tax Amnesty" dan Akses Perbankan Sudah Diberikan, Tapi Rasio Pajak Masih Stagnan 

Oleh sebab itu, IKPI secara khusus mengangkat topik ini sebagai sumbangsih nyata dari praktisi perpajakan dan organisasi kepada negara.

“Kami juga hadirkan tokoh, seperti Pak Ken Dwijugiasteadi [Dirjen Pajak periode 2015 – 2017) yang saat ini menjadi Anggota Kehormatan IKPI, bersama Pak Hadi Poernomo (Dirjen Pajak 2001-2006). Meski telah pensiun, pemikiran dan pengalaman mereka masih sangat relevan untuk tantangan fiskal hari ini,” ungkap Vaudy.

Dengan menghadirkan berbagai narasumber yang kapabel itu, IKPI juga berharap mampu memberikan pencerahan serta rekomendasi kebijakan yang lebih berimbang dalam upaya mendorong peningkatan rasio pajak secara berkelanjutan.

“Rasio pajak yang meningkat tidak semata melalui upaya penegakan [hukum perpajakan], tetapi melalui reformasi menyeluruh yang mencakup iklim investasi, regulasi, serta edukasi Wajib Pajak,” imbuh Vaudy.

Kepada awak media, Ketua Departemen Focus Group Discussion (FGD) IKPI Suwardi Hasan mengungkapkan adanya hambatan investasi sebagai salah satu penyebab rendahnya rasio pajak.

“Kalau kita bicara investasi, kita harus jujur melihat realitas di lapangan. Belakangan ini kita dengar banyak keluhan dari asosiasi kawasan industri di Karawang, yang menyatakan bahwa potensi investasi triliunan rupiah batal masuk karena adanya gangguan kepastian hukum,” kata Suwardi.

Di sisi lain, ia mengungkapkan adanya pungutan liar oleh organisasi masyarakat (ormas) yang semakin menghambat investasi masuk ke Tanah Air.

Baca Juga  DPR Kritik Stagnasi Rasio Pajak, DJP Beberkan 7 Upaya yang Telah Dilakukan 

“Kalau investasi meningkat, akan tercipta lapangan kerja baru. Mereka yang di-PHK bisa kembali bekerja, dan ini otomatis memperluas basis pajak. Dengan begitu, tax ratio juga bisa terdorong naik kembali seperti harapan Bapak Presiden Prabowo yang menargetkan tax ratio di kisaran 12 persen dalam beberapa tahun ke depan,” Suwardi.

Selain membedah masalah struktural, ia juga menyoroti peran penting konsultan pajak dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak yang bermuara pada peningkatan rasio pajak di Indonesia.

“Konsultan pajak itu perannya sebagai intermediary antara Wajib Pajak dan negara. Karena sistem kita tidak sederhana, peran kami membantu untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Kami di IKPI aktif melakukan sosialisasi dan edukasi, baik untuk UMKM, dunia usaha, maupun Wajib Pajak orang pribadi,” terang Suwardi.

Secara parsial, IKPI tengah berupaya mengubah paradigma masyarakat mengenai kewajiban membayar pajak melalui edukasi dan peningkatan literasi.

“Kami mendorong pergeseran cara pandang dari kewajiban menjadi hak. Membayar pajak adalah hak untuk berkontribusi kepada negara, hak untuk membela bangsa dalam pembangunan dari sisi fiskal. Ini bukan sekadar beban, tapi bentuk partisipasi warga negara,” tegas Suwardi.

Sebagai informasi, Diskusi Panel menghadirkan narasumber Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak periode 2015 – 2017 Ken Dwijugiasteadi, Guru Besar Kebijakan Publik Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) Haula Rosdiana, ekonom INDEF Berly Martawardaya, dan Anggota IKPI Agoestina Mappadang,

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *