in ,

Rasio Pajak Stagnan, Guru Besar UI: Segera Bentuk Badan Penerimaan Negara 

Rasio Pajak Stagnan
FOTO: Aprilia Hariani/PAJAK.COM

Rasio Pajak Stagnan, Guru Besar UI: Segera Bentuk Badan Penerimaan Negara 

Pajak.com, Jakarta – Fakta stagnasi rasio pajak Indonesia tengah menjadi sorotan publik. Dalam Diskusi Panel yang digelar oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) bertajuk Membedah Stagnasi Tax Ratio Indonesia: Masalah Struktural, Teknis, atau Ekonomi?, Guru Besar Kebijakan Publik Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) Haula Rosdiana mendorong presiden untuk segera membentuk Badan Penerimaan Negara demi mengatasi rasio pajak yang stagnan.

“Kita harus jujur melihat tata kelola governance. Saya kasian sama teman-teman di DJP [Direktorat Jenderal Pajak] karena selalu didorong untuk maju yang paling depan, tetapi tangan dan kakinya setengahnya terikat—tidak punya keleluasaan, otonomi, yang sejatinya harus dimiliki dalam sebuah kelembagaan. Padahal, sebuah kelembagaan dituntut cepat beradaptasi, harus agile di tengah ketidakpastian maupun perubahan yang ada. Maka, segera realisasikan [pembentukan] Badan Penerimaan Negara,” ujar Haula.

Ia mengingatkan bahwa pembentukan Badan Penerimaan Negara merupakan janji politik Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan pendapatan negara. Meski demikian, Haula menggarisbawahi, Badan Penerimaan Negara bukan sekadar menyatukan DJP dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), melainkan dilakukannya transformasi kelembagaan.

“Kelembagaan itu bukan sekadar organisasi. Kita sudah melakukan agenda Reformasi Perpajakan sejak tahun 1983 sampai sekarang melalui Coretax yang disebut bisa meningkatkan 1,5 persen rasio pajak, tetapi apakah kenyataannya begitu? Karena yang namanya IT [information technology] itu hanya bagian kecil dari aspek kelembagaan,” ujar Haula.

Menurutnya, Badan Penerimaan Negara juga akan mengintegrasikan pengawasan seluruh sumber pendapatan negara, termasuk optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam (SDA). Sebagaimana diketahui, saat ini pemanfaatan SDA yang dipungut melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diadministrasikan dan diawasi oleh Direktorat Jenderal Anggaran (DJA).

Dengan demikian,  Badan Penerimaan Negara memiliki kendali penuh dalam membuat kebijakan yang dapat mengoptimalkan penerimaan pajak, kepabeanan dan cukai, serta PNBP.

Baca Juga  Urgensi Badan Penerimaan Negara, Haula Rosdiana: Amanah Konstitusi

“Badan Penerimaan Negara nantinya bisa meng-capture industri mana yang sebenarnya terlalu banyak kena pungutan negara atau over taxation, sehingga kebijakan yang diambil adalah harus diturunkan jenis pungutannya dan menyederhanakan administrasinya. Sebaliknya, akan terlihat mana industri yang under taxation. Sehingga pada akhirnya terwujud keadilan bagi Wajib Pajak,” jelas Haula.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Periode 2015—2017 Ken Dwijugiasteadi pun sepakat dengan perspektif Haula. Ia berpandangan, bahwa reformasi perpajakan perlu ditopang oleh sistem kelembagaan.

“Apa yang dikatakan Bu Haula benar juga, sistem kelembagaanya [yang perlu diperbaiki]. Karena komponen pajak di seluruh dunia sama, subjek, objek, tarif, tata cara pembayaran, dan law enforcement—itu kalau sistem perpajakannya self assessment seperti kita,” ujar Ken.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *