Pajak.com, Jakarta – Direktur Peraturan Perpajakan I, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama memastikan, Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang berlaku pada 1 Januari–30 Juni 2022 bukan untuk menjebak Wajib Pajak. Isu yang kerap disebut sebagai “jebakan Batman” ini kembali muncul setelah pemerintah dan DPR menyepakati kebijakan pengungkapan sukarela pajak sebagai salah satu klaster dalam RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) beberapa waktu lalu.
Adapun istilah ini dimaknai sebagai pemeriksaan tanpa bukti yang dilakukan oleh DJP kepada Wajib Pajak yang sudah mengikuti PPS.
“Sebenarnya enggak ada istilah jebakan Batman. Di dalam UU ini, atau nanti dalam aturan pelaksanaannya ada tertulis dapat dibatalkan surat keterangannya dalam konteks pengisiannya tidak benar,” ungkap Hestu saat Sosialisasi UU HPP yang digelar oleh Kadin Indonesia secara hybrid, dikutip Minggu (31/10).
Kata Hestu, Isu “jebakan Batman” juga muncul jelang pemberlakuan program Tax Amnesty (TA) pada 2016 silam. Namun, hanya sedikit peserta TA yang diperiksa, itu pun lantaran dia belum secara benar melakukan pengungkapan hartanya. Artinya, Ditjen Pajak tidak akan melakukan pemeriksaan serta-merta bila tidak ada bukti.
“Isu jebakan Batman juga muncul kencang sekali saat TA waktu itu, tapi semua bisa melihat apakah itu benar terjadi. Hampir satu juta peserta TA yang sudah ikut, mungkin hanya ada 1-2 orang yang diperiksa tapi itu karena memang ada trigger-nya, ada kewajiban perpajakan yang belum diungkap. Bukan dalam konteks sudah masuk (pajaknya), kemudian diperiksa,” ujarnya.
Hestu mengemukakan, ketentuan dan tata cara PPS sudah tercantum dalam UU. Dia bilang, pemeriksaan hanya akan dilakukan bila DJP melihat harta yang dilaporkan tidak sesuai dengan harta sebenarnya.
Comments