in ,

DJP: Pandemi Momentum Transformasi Kebijakan Fiskal

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa krisis harus dijadikan momentum untuk bebenah, mereformasi kebijakan dan birokrasi. Ia memberi contoh, saat krisis moneter (1997—1998) pemerintah pun melakukan reformasi keuangan negara. Hingga terbitlah Undang-Undang (UU) Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

“Dari sana, muncullah Bank Indonesia (BI) yang diberikan indepedensi, muncullah sektor yang meregulasi perbankan, muncullah kita punya UU bankruptcy yang waktu itu dilahirkan untuk mengatasi kebangkrutan yang masif, lalu UU mengenai competition, karena waktu itu oligarki yang menimbulkan persoalan,” kata Sri Mulyani.

Menurutnya, berkat UU Keuangan Negara, Indonesia terselamatkan dari krisis global tahun 2008—2009 yang dipicu oleh kebangkrutan perusahaan properti asal AS, yaitu Lehman Brothers.

Baca Juga  KP2KP Ranai: Setiap Transaksi di Proyek Swakelola Dipungut PPN

“Pada krisis kedua ini kita sudah punya LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) sebagai stop gate-nya. Makanya keuangan negaranya sebetulnya kenanya di LPS itu. Kalau LPS itu modalnya drop di bawah yang dimiliki, pemerintah harus menginjeksi. Karena dia yang menjadi stabilizer dari yang disebut deposit insurance,” jelas Sri Mulyani.

Pada periode krisis itu DJP juga melakukan Reformasi Perpajakan Jilid I. Reformasi yang digawangi oleh Dirjen Pajak Hadi Poernomo ini, antara lain gagasan pertukaran data informasi secara otomatis yang dikonstruksikan melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-178/PJ/2004 tentang Rincian Cetak Biru Kebijakan Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2001 Sampai Dengan Tahun 2010.

Kemudian, dilakukan modernisasi melalui penerapan Sistem Informasi DJP atau SI DJP pada tahun 2003—2004. SI DJP adalah aplikasi yang menggabungkan seluruh aplikasi perpajakan yang ada di lingkungan kantor modern DJP, dengan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak yang dihubungkan dengan suatu jaringan kerja di kantor pusat. Di periode itu, DJP juga membentuk Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar (KPP WP Besar) atau large tax office (LTO).

Baca Juga  Sri Mulyani Apresiasi Wajib Pajak yang Telah Lapor SPT

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

194 Points
Upvote Downvote

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *