in ,

Definisi dan Implementasi Pajak Hujan

Definisi dan Implementasi Pajak Hujan
FOTO: IST

Definisi dan Implementasi Pajak Hujan

Pajak.com, Jerman – Di pelbagai belahan dunia, minimnya resapan air hujan di tengah masifnya pembangunan konstruksi juga menjadi permasalahan yang cukup pelik. Pasalnya, daerah resapan air yang rendah berpotensi besar menyebabkan banjir.

Beberapa negara pun berupaya mengatasi kondisi itu, salah satunya dengan menerapkan pajak hujan (rain tax), antara lain seperti Jerman, Polandia, beberapa negara bagian di Amerika Serikat, dan lain sebagainya. Lantas apa itu definisi dan implementasi pajak hujan di negara itu? Pajak.com akan mengulasnya dari beragam sumber.

Apa itu pajak hujan?

Mengutip dari forbes.com, pajak hujan adalah iuran tahunan pada permukaan yang kedap air seperti atap, jalan untuk kendaraan, trotoar, garasi, dan permukaan lainnya yang dapat menimbulkan masalah drainase dan pencemaran air yang terletak di properti milik individu atau bisnis.

Baca Juga  Bea Cukai: Barang Logistik MotoGP Mandalika 2024 Dibebaskan Bea Masuk dan Pajak

Saat air hujan turun pada permukaan yang kedap air, air hujan akan mengalir ke saluran saluran pembuangan pribadi milik masyarakat. Namun, sistem saluran pembuangan memiliki keterbatasan dalam menampung air hujan sehingga berpotensi menyebabkan banjir. Dengan demikian, demi menghindari banjir, masyarakat harus membangun daerah resapan air atau utilitas publik harus dilibatkan. Pemerintah pun dapat memungut pajak hujan agar dialokasikan untuk meningkatkan fasilitas pengendalian banjir, seperti pembersihan dan pembaruan saluran air.

Negara mana yang menerapkan pajak hujan?

Jerman
Pajak hujan pertama kali diperkenalkan Jerman pada 1990. Hingga saat ini, tarif yang berlaku atas pajak hujan di Jerman berkisar dari 2,6 dollar AS per meter persegi. Pajak ini dipungut sekaligus dalam tagihan utilitas.
Sesuai dengan peruntukannya (earmarking), seluruh hasil dari pemungutan pajak hujan dialokasikan oleh Pemerintah Jerman untuk mendanai berbagai program dan proyek pencegahan banjir, seperti untuk peningkatkan kualitas dan pemeliharaan drainase, serta biaya penelitian mitigasi banjir. Kebijakan disinsentif itu juga diimbangi dengan pemberian insentif bagi masyarakat yang berperan aktif dalam membangun sistem penampungan air hujan seperti taman, kebun, pekarangan, dan lain sebagainya. Dengan menerapkan mekanisme pengurang pajak (super tax deduction), Jerman secara tidak langsung mengajak masyarakatnya untuk ikut memitigasi bencana banjir. Hasilnya, sebanyak 1,8 juta keluarga membangun tempat penampungan air hujan dan berhasil menghemat 110 juta liter air pada tahun 2009.
Kombinasi kebijakan fiskal ini juga cukup berdampak bagi para pebisnis yang bergelut di bidang properti. Sebab, ada konsekuensi peningkatan beban pajak bagi para pemilik aset yang tidak peduli terhadap pelestarian lingkungan. Sebaliknya, jika pengusaha membuat tempat-tempat penampungan air, maka akan ada penghematan yang bisa didapatkan sesuai dengan skala penyerapan airnya.
Polandia
Pajak hujan diberlakukan bagi masyarakat Polandia yang memiliki properti paling sedikit 600 meter persegi dan tingkat pembangunan minimal 50 persen. Pembangunan yang dimaksud antara lain seperti rumah, garasi, teras, ruang utilitas, atau permukaan beraspal.

Baca Juga  Kanwil DJP Jakpus Luncurkan Program Inovatif Pemberdayaan UMKM “Meet The Market” 
Berapa tarif pajak hujan?

Pajak hujan memiliki dua ketentuan tarif yang berlaku di beberapa negara. Pertama, bagi pemilik properti dengan tingkat refensi hingga 10 persen dikenakan tarif pajak hujan senilai PLN0,90 per meter persegi. Kedua, bagi instalasi yang lebih efisien dengan tingkat retensi sebesar 11 persen hingga 30 persen dikenakan tarif PLN0,45 meter persegi.

 

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *