Adopsi Pajak Minimum Global, Perusahaan Wajib Lapor Ini ke DJP!
Pajak.com, Jakarta – Pemerintah Indonesia resmi mengadopsi Pilar II hasil konsensus OECD/G-20 Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024 tentang Pengenaan Pajak Minimum Global Berdasarkan Kesepakatan Internasional. Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Mekar Satria Utama menyebut bahwa PMK yang berlaku 1 Januari 2025 ini akan menambah beban administrasi perusahaan multinasional, karena setidaknya ada tiga laporan pemberitahuan yang wajib disampaikan kepada DJP.
”Selain memperbesar kewajiban pajak yang harus dibayar perusahaan multinasional, ketentuan ini juga menimbulkan konsekuensi lain, yaitu menambah beban administrasi pajak baru. Sebab, lewat PMK 136 Tahun 2024 setiap entitas konstituen yang masuk ke dalam cakupan ketentuan pajak minimum global harus membuat sejumlah laporan,” jelas Mekar dalam webinar MUC BIJAK bertajuk Kunci Persiapan Menghadapi Pajak Minimum Global sesuai PMK 136/2024, dikutip Pajak.com, (18/2).
3 Laporan yang Wajib Disampaikan DJP
Mekar pun memerinci 3 laporan yang wajib disampaikan oleh perusahaan multinasional kepada DJP sesuai PMK Nomor 136 Tahun 2024. Pertama, pemberitahuan atau notifikasi tertulis dari entitas konstituen dari grup kepada DJP maksimal 15 bulan setelah berakhirnya tahun pajak.
Kedua, penyampaian GloBE Information Return (GIR) atau informasi terkait penerapan pajak minimum global yang harus disampaikan oleh entitas konstituen kepada DJP. Ketiga, Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) terkait pelaksanaan ketentuan pajak minimum global atau SPT Global Anti-Base Erosion (GloBe).
Mekar menekankan bahwa PMK Nomor 136 Tahun 2024 merupakan bentuk komitmen Indonesia untuk turut serta dalam upaya mencegah perang tarif negara-negara di dunia atau kompetisi penurunan tarif pajak (race to the bottom). Sesuai Pilar II, PMK Nomor 136 Tahun 2024 menetapkan pajak minimum global sebesar 15 persen.
”Prinsipnya, aturan ini memastikan bahwa setiap perusahaan multinasional yang memiliki peredaran bruto minimal sebesar 750 juta euro, dalam dua dari empat tahun sebelum tahun pengenaan, untuk dikenakan pajak tambahan (top-up tax). Hal itu berlaku, jika terdapat entitas konstituen dari perusahaan multinasional tersebut dikenakan tarif pajak efektif di bawah 15 persen oleh suatu negara atau yurisdiksi,” jelasnya.
Mekanisme pengenaan pajak tambahan dalam PMK Nomor 136 Tahun 2024 dilaksanakan melalui tiga mekanisme, yaitu Income Inclusion Rules (IIR), Undertaxed Payment Rules (UTPR), dan Qualified Domestic Minimum Top Up Tax (QDMTT).
Pada kesempatan yang sama, Partner MUC Consulting Wahyu Nuryanto menyoroti pentingnya pemahaman komprehensif bagi perusahaan multinasional terhadap PMK Nomor 136 Tahun 2024.
”Mengingat kompleksnya aturan, maka penting bagi perusahaan untuk berkoordinasi di antara entitas dalam grup usaha, serta tidak lupa penting untuk berkonsultasi dengan otoritas pajak,” pungkas Wahyu.
Comments