in ,

3 Faktor Penyebab Perlambatan Pertumbuhan Penerimaan Pajak Semester I-2023

3 Faktor Penyebab Perlambatan Pertumbuhan Penerimaan Pajak
FOTO: IST

3 Faktor Penyebab Perlambatan Pertumbuhan Penerimaan Pajak Semester I-2023

Pajak.com, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi penerimaan pajak hingga semester I-2023 telah mencapai Rp 970,2 triliun atau 56,74 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kendati demikian, pertumbuhan penerimaan pada periode ini mengalami perlambatan, yakni menjadi sebesar 9,9 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, ada 3 faktor utama penyebab perlambatan pertumbuhan penerimaan pajak tersebut.

“Kinerja penerimaan pajak semester I-2023 masih tumbuh positif, tapi rate of growth-nya terus mengalami normalisasi atau penurunan. Kalau awal tahun masih tumbuh 48,7 persen, sekarang 9,9 persen. Perlambatan dipengaruhi oleh faktor-faktor, (pertama), pada 2022, realisasi penerimaan pajak yang tinggi turut didorong oleh PPS (Program Pengungkapan Sukarela). Program ini tidak berulang pada 2023, sehingga sekarang realisasi dari PPh (Pajak Penghasilan) final mengalami kontraksi sekitar 47 persen,” ungkapnya dalam Konferensi Pers APBN kinerja dan Fakta (KiTa) Edisi Juli 2023, yang disiarkan secara daring, (24/7).

Kedua, tren perlambatan realisasi penerimaan pajak turut dipengaruhi oleh penurunan harga minyak bumi yang menyebabkan kinerja PPh migas terkontraksi sebesar 3,86 persen sepanjang semester I-2023. Implikasinya juga merambat pada penurunan impor, sehingga memicu kontraksi penerimaan PPh 22 impor sebesar 2,4 persen dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor senilai 0,4 persen.

Baca Juga  Pemprov Sumbar Luncurkan Gerakan Tabungan Pajak Kendaraan

“Penurunan impor ini sejalan dengan perlambatan pertumbuhan sektor industri pengolahan dan perdagangan. Pada saat yang sama, sektor perdagangan juga melambat akibat penurunan harga komoditas,” ujar Sri Mulyani.

Ketiga, adanya kebijakan restitusi dipercepat yang termaktub dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-5/PJ/2023 pada 9 Mei 2023 tentang percepatan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak. Penyelesaian restitusi dipercepat kepada Wajib Pajak orang pribadi dengan pengembalian sampai dengan Rp 100 juta. Pada aturan sebelumnya, fasilitas restitusi dipercepat memerlukan pemeriksaan maksimal satu tahun. Sementara, kini pengembalian pendahuluan diberikan paling lama 15 hari kerja melalui proses penelitian.

“Bagi Wajib Pajak perorangan atau orang pribadi yang mengalami lebih bayar sampai dengan Rp 100 juta, kami sekarang melakukan langkah untuk menyederhanakan dan mempercepat restitusinya. Kalau kita lihat datanya, per 14 Juli 2023 jumlah SPT (Surat Pemberitahuan) PPh orang pribadi dengan lebih bayar sampai dengan Rp 100 juta sebanyak 15.419 dengan total nilai Rp 56,32 miliar. Dari jumlah ini, sebanyak 1.895 Wajib Pajak telah diberikan pengembalian pendahuluan dengan total nilai Rp 7,3 miliar,” urai Sri Mulyani.

Baca Juga  57 Wajib Pajak Terima Penghargaan dari Kanwil DJP Jaksus

Kendati terdapat beragam faktor yang memantik perlambatan pertumbuhan, Sri Mulyani menilai kinerja penerimaan pajak hingga semester I-2023 masih cukup solid.

Adapun realisasi penerimaan pajak Rp 970,2 triliun, berasal dari kontribusi PPh nonmigas Rp 565,01 triliun atau tumbuh 7,85 persen (64,67 persen dari target); PPN dan PPnBM Rp 356,77 triliun atau naik 14,63 persen (48,02 persen dari target); Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya Rp 7,50 triliun atau tumbuh 54,41 persen (18,74 persen dari target); serta PPh migas Rp 40,93 triliun atau terkontraksi -3,86 persen (66,62 persen dari target).

“Secara keseluruhan, kinerja APBN hingga akhir Juni 2023 tetap solid dan baik. Hal itu ditandai dengan total pendapatan negara (pajak, bea cukai, dan penerimaan negara bukan pajak/PNBP) mencapai Rp 1.407,9 triliun atau 57,2 persen dari total target pertumbuhannya juga cukup tinggi, yaitu double digit,” tambah Sri Mulyani.

Baca Juga  Bea Cukai: Pengajuan Keberatan Bisa Diajukan secara “On-line”

Di sisi lain, ia memastikan, Pemerintah Indonesia tetap mewaspadai kondisi perekonomian global yang menunjukkan perlemahan, seperti yang terjadi di Amerika Serikat, Eropa, Jerman, Prancis, Inggris, Jepang, dan Korea.

“Negara-negara (itu) merupakan negara-negara yang selama ini memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian dan perdagangan dunia. Namun, negara-negara, seperti Turki, Meksiko, dan termasuk Indonesia terpantau masih dapat terus bertahan pada posisi ekspansi akselerasi,” pungkas Sri Mulyani.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *