in ,

10 Negara yang Terapkan Pajak Minuman Berpemanis

Pajak Minuman Berpemanis
FOTO: IST

10 Negara yang Terapkan Pajak Minuman Berpemanis

Pajak.com, Jakarta – Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama pemerintah telah menyepakati kebijakan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) dan plastik akan masuk di dalam RUU APBN 2023, di rapat Banggar, pada Selasa (27/9). Sejatinya, pengenaan pajak atau cukai pada minuman berpemanis (sugar tax) sudah lazim diterapkan oleh banyak negara di dunia. 10 negara telah terapkan pajak minuman berpemanis.

Selain menambah pemasukan bagi negara, tujuan jenis pajak minuman berpemanis ialah membatasi konsumsi supaya kesehatan penduduk dapat terjaga. Pasalnya, berbagai penelitian menunjukkan bahwa minuman berpemanis dalam kemasan dan plastik bisa menyebabkan diabetes.

Nah, negara-negara apa sajakah yang telah menerapkannya? Berikut Pajak.com rangkum dari berbagai sumber.

1. Meksiko

Meksiko pertama kali memperkenalkan pajak Sugar-Sweetened Beverages (SSB) volumetrik pada 2014 silam. Tarifnya sebesar 1 peso per liter untuk SSB. Pasca diberlakukan, pajak ini telah menyebabkan kenaikan harga minuman ringan sekitar 11 persen, dan kenaikan yang sedikit lebih kecil untuk minuman manis lainnya.

Keberhasilan pungutan pajak ini telah berakibat pada kenaikan harga-harga di minuman ringan berpemanis dan berhasil mengurangi pembelian sekaligus konsumsi SSB di Meksiko. Yang pasti, terdapat pengurangan volume SSB yang dibeli setelah pajak baru itu dimulai.

Pada 2016, ada pengurangan 37 persen dalam total volume SSB yang dibeli, dibandingkan dengan tahun sebelum pajak ini diberlakukan. Pengurangan pembelian SSB paling besar terjadi di antara rumah tangga miskin dan mereka yang sebelumnya membeli SSB dalam jumlah besar.

Studi tentang efek pajak SSB Meksiko pada obesitas di Meksiko sedang berlangsung. Namun, diperkirakan selama 10 tahun sejak diberlakukan, pajak SSB Meksiko akan mencegah 239.900 kasus obesitas.

Dari jumlah tersebut, 39 persen kasus obesitas dapat dicegah pada anak-anak. Pengenaan pajak itu juga diprediksi dapat menghemat pengeluaran negara utamanya untuk biaya perawatan kesehatan.

2. Inggris

Pajak SSB yang disebut Retribusi Industri Minuman Ringan (Soft Drinks Industry Levy), diperkenalkan di Inggris pada April 2018. Pajak Inggris adalah pungutan dua tingkat yang dikenakan pada produsen berdasarkan konsentrasi gula minuman, dengan ketentuan tarif berbeda untuk kadar gula yang berbeda.

Minuman yang mengandung lebih dari 8 gram gula per 100 mililiter dikenakan pajak sebesar 0,24 pound per liter atau sekitar Rp 4.136 dan minuman yang mengandung 5 hingga 8 gram per mililiter gula dikenakan pajak sebesar 0,18 pound per liter.

Produsen minuman ringan kemudian menanggapinya dengan meracik ulang produk mereka secara luas untuk mengurangi kadar gula. Pengurangan gula dari reformulasi ini setara dengan menghilangkan total 45 juta kilogram gula dari minuman ringan setiap tahun.

Keberhasilan pajak Inggris dalam mengurangi konsumsi gula telah ditunjukkan oleh beberapa penelitian. Salah satunya, proporsi minuman yang tersedia di supermarket dengan kandungan gula tinggi turun setelah pajak baru. Antara tahun 2015–2019, persentase minuman di supermarket dengan kadar gula lebih dari 5 gram per 100 mililiter turun dari 49 persen menjadi 15 persen.

3. Afrika Selatan

Pada 2018, Afrika Selatan menerapkan pajak 10 persen, yang disebut Health Promotion Levy untuk minuman manis—tetapi tidak termasuk jus buah. Minuman berpemanis dengan kandungan gula lebih dari 4 gram per 100 mililiter dikenakan biaya 0,0021 ZAR per gram. Dampaknya, harga minuman bersoda naik 1,006 ZAR setelah adanya peraturan ini, tetapi harga minuman tidak berkarbonasi yang dikenakan pajak tidak mengalami kenaikan.

Baca Juga  Syarat dan Jangka Waktu Pengajuan Peninjauan Kembali Sengketa Pajak ke MA

Kesuksesan pemerintah untuk membatasi konsumsi masyarakat tergambarkan dari menurunnya jumlah pembelian minuman berkarbonasi di daerah perkotaan. Pembelian minuman berkarbonasi oleh rumah tangga di negara ini turun rata-rata 29 persen setelah pajak diberlakukan, dan jumlah gula yang dibeli dalam minuman ini turun sebesar 51 persen.

Orang-orang dalam kelompok sosial ekonomi rendah membeli jauh lebih sedikit gula dalam minuman yang dikenakan pajak. Selain reformulasi, total volume minuman kena pajak yang dibeli juga terbukti berkurang. Hal ini menunjukkan perubahan perilaku masyarakat yang mengurangi konsumsi minuman ringan berpemanis.

4. Portugal

Pajak SSB dua tingkat diterapkan di Portugal pada tahun 2017 sebesar 0,8 euro per liter dan 0,16 euro per liter meningkatkan harga rata-rata untuk minuman dengan kandungan gula kurang dari 80 gram per liter dan 80 gram per liter.

Hampir 100 persen pajak diteruskan ke konsumen. Terdapat penurunan 7 persen dalam penjualan SSB dilaporkan pada tahun pertama setelah pajak ini diberlakukan, seiring adanya reformulasi yang mengarah pada pengurangan 11 persen dari total asupan energi melalui konsumsi SSB.

5. Chile 

Sampai tahun 2013, Chili memungut pajak sebesar 13 persen untuk minuman nonalkohol. Pada tahun 2014, pajak ini dinaikkan dari 13 persen menjadi 18 persen, hanya untuk minuman ringan dengan sedikitnya 6,25 gram gula per 100 mililiter.

Sebaliknya, terdapat pemotongan tarif pajak dari 13 persen menjadi 10 persen untuk minuman ringan dengan kadar gula kurang dari batas yang ditentukan tersebut. Harga minuman ringan tinggi gula meningkat rata-rata 1,9 persen dan turun 1,7 persen untuk minuman ringan rendah gula.

Setelah satu tahun pajak ini diberlakukan, terjadi penurunan 22 persen volume minuman dengan pajak lebih tinggi yang dijual, tetapi tidak ada perubahan dalam pembelian minuman ringan secara keseluruhan. Hal itu menunjukkan bahwa beberapa konsumen mengalihkan preferensi mereka ke minuman dengan kadar gula yang lebih rendah.

6. Amerika Serikat

Pajak SSB 1 sen per fluid ons diperkenalkan di Berkeley, California pada 2015 yang menghasilkan kenaikan harga rata-rata 0,83 sen per fluid ons. Satu tahun setelah pengenalan pajak, terjadi penurunan 21 persen dalam konsumsi SSB. Pengurangan konsumsi SSB dapat dipertahankan setidaknya selama tiga tahun dan terdeteksi di lingkungan yang beragam secara demografis.

Selanjutnya, pajak 1,5 sen per ons untuk SSB—termasuk minuman ringan diet tetapi tidak termasuk jus buah dan minuman susu—diperkenalkan di kota Philadelphia pada tahun 2017. Pajak tersebut sepenuhnya dibebankan kepada konsumen, yang menyebabkan kenaikan harga sebesar 21 persen untuk minuman kena pajak.

Lalu, ada pengurangan rata-rata 8,5 ons (251 mililiter) minuman kena pajak yang dibeli per belanja setelah pajak ini ada. Orang dewasa di Philadelphia mengurangi konsumsi gula dari SSB rata-rata 6 gram per hari tetapi sayangnya efeknya tidak terlihat pada anak-anak. Ada juga pengurangan ketersediaan SSB di toko, dan sebagai gantinya, mereka menambah stok persediaan air mineral.

Baca Juga  Kantor Pajak Buka Pelayanan Pelaporan SPT di Sabtu dan Minggu

7. Malaysia

Pada 2019, pemerintah Malaysia memperkenalkan Sugar Tax sebagai cara untuk mengatasi meningkatnya prevalensi obesitas dan penyakit tidak menular terkait pola makan seperti diabetes dengan meningkatkan biaya SSB.

Pajak SSB ini diumumkan pada Pidato Anggaran 2019 di parlemen. Pajak itu sedianya diberlakukan pada April 2019, tetapi ditunda hingga Juli 2019. Pajak Gula yang diterapkan adalah cukai yang dipungut atas pembuatan atau penyimpanan SSB di Malaysia, serta pemasukan SSB ke dalam negeri dari luar negeri. Pajak Gula berlaku dengan tarif 0,40 ringgit Malaysia per liter SSB, di mana kandungan gula total minuman melebihi 5 gram/100 mililiter.

Untuk tujuan Pajak Gula, total kandungan gula mengacu pada semua monosakarida dan disakarida yang terkandung dalam makanan atau minuman, baik yang terjadi secara alami atau ditambahkan. Berdasarkan aturannya, dua kategori subjek (baik perseorangan maupun badan hukum) yang wajib membayar Pajak Gula dengan beberapa kategori.

Pabrikan berlisensi, sebagaimana dimaksud dalam dokumen peraturannya, didefinisikan sebagai orang yang memegang izin untuk menyaring, memfermentasi, atau memproduksi barang kena cukai, sesuai dengan Pasal 20 Undang-Undang Cukai 1976.

Berikutnya adalah penerima lisensi, yang menyimpan barang kena cukai (seperti SSB) di gudang berlisensi, sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang Cukai 1976. Perbedaan utama antara kewajiban Pajak Gula sehubungan dengan produsen berlisensi dan penerima lisensi adalah waktu jatuh tempo bea tersebut.

Pajak Gula menjadi terutang bagi produsen SSB berlisensi, ketika SSB dikeluarkan dari tempat pembuatan berlisensi untuk tujuan penjualan kepada konsumen di Malaysia. Sebaliknya, pemegang lisensi menjadi bertanggung jawab atas Pajak Gula ketika SSB tersebut dipindahkan dari gudang berlisensi mereka untuk tujuan konsumsi di Malaysia.

8. Filipina

Pada Januari 2018, Filipina mulai mengenakan pajak sebesar 6 peso Filipina per liter (sekitar 13 persen) bagi minuman manis untuk mengurangi risiko obesitas. Sedangkan minuman yang menggunakan sirup jagung fruktosa tinggi, pengganti gula yang murah, akan dikenakan pajak 12 peso per liter.

Pajak itu diumumkan pascapenandatanganan aturan Tax Reform for Acceleration and Inclusion Law (TRAIN) oleh Presiden Filipina kala itu, Rodrigo Duterte, pada Desember 2017. Berdasarkan data Euromonitor tentang penjualan perusahaan minuman di Filipina, pajak SSB ini membantu menurunkan konsumsi minuman manis rata-rata 6,5 persen, dengan konsentrat bubuk mencatat penurunan tertinggi sebesar 25 persen.

Sementara menurut World Health Organization (WHO), pajak tersebut dapat mencegah sekitar 5.913 kematian terkait diabetes, 10-339 kematian akibat penyakit jantung iskemik, dan 7.950 kematian akibat stroke selama 20 tahun. Di sisi lain, pajak ini dapat menghasilkan perlindungan kesehatan sebesar 31,6 miliar peso Filipina (627 juta dollar AS) selama 20 tahun, dan meningkatkan pendapatan 41,0 miliar peso Filipina (813 juta dollar AS) per tahun.

9. Spanyol

Pada Januari 2021, Spanyol menerapkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk minuman manis dari 10 persen menjadi 21 persen. Kesuksesan Spanyol dalam membatasi konsumen dan produsen telah melampaui komitmen yang diumumkan oleh UNESDA—asosiasi Eropa yang mewakili produsen minuman ringan.

Baca Juga  Kriteria dan Prosedur Pengajuan Perpanjangan Waktu Pelaporan SPT Tahunan Badan 

Euromonitor mengungkapkan, antara tahun 2016 dan 2021, segmen minuman ringan bergula rendah mencatat CAGR positif sebesar 4 persen di pasar Spanyol, menyumbang 22 persen dari nilai penjualan ritel pada 2021 (tidak termasuk air minum kemasan). Semua ini adalah hasil dari komitmen industri untuk menanggapi konsumen, yang semakin memilih minuman dengan lebih sedikit gula dan lebih sedikit kalori.

Pajak baru ini menyebabkan peningkatan harga eceran di semua kategori minuman ringan, dan konsumen lebih memilih minuman ringan bergula rendah—karena dianggap sebagai pilihan yang lebih sehat daripada minuman manis tradisional. Pemerintah Spanyol menargetkan penerimaan senilai 491 juta euro dari kenaikan PPN atas minuman manis pada tahun 2021.

Realisasinya, antara Januari dan Agustus 2021, langkah tersebut berhasil mengumpulkan penerimaan 137 juta euro, dan sebanyak 340 juta euro di penghujung tahun 2021. Adapun harga rata-rata per Stock Keeping Unit (SKU) minuman ringan yang dipasarkan secara daring di Spanyol tumbuh sebesar 18 persen antara September 2020 dan Oktober 2021.

10. Hongaria

Pemerintah Hongaria sejak September 2011 menetapkan pajak 4 persen untuk makanan dan minuman yang mengandung banyak gula dan garam, seperti minuman ringan, kembang gula, makanan ringan asin, bumbu, dan selai buah.

Artinya, sejak 1 September 2011, orang Hongaria harus membayar tambahan pajak 10 forint (Rp 357) untuk makanan dengan kandungan lemak, gula, dan garam yang tinggi, serta kenaikan tarif soda dan alkohol.

Hasil dari penerimaan pajak ini yang mencapai 70 juta euro (Rp 150,74 miliar) digunakan pemerintah untuk biaya perawatan kesehatan negara, termasuk yang terkait dengan mengatasi tingkat obesitas yang mencapai 18,8 persen—lebih tinggi 3 persen dari rata-rata Uni Eropa sebesar 15,5 persen menurut laporan OECD pada 2010.

Sementara menurut WHO, Hongaria adalah contoh kisah sukses negara yang berhasil mendorong produsen untuk memformulasi ulang produknya agar lebih sehat. Hal ini berdasarkan survei pada 2012, yang menunjukkan sebanyak 40 persen produsen mengurangi tingkat bahan makanan yang tidak sehat sebagai reaksi terhadap pajak tambahan.

Dengan kata lain, produsen dapat memproduksi barang yang lebih sehat di masa depan. Dalam hal kebiasaan konsumsi dan gaya hidup konsumen, sejauh ini belum terjadi terobosan yang signifikan. Penduduk Hongaria memilih minuman manis lainnya, membeli selai buah yang diawetkan, dan produk susu manis, kue, dan permen. Namun, pada 2016 diketahui bahwa penetapan pajak ini telah mengurangi konsumsi minuman energi penduduk Hongaria sebesar 22 persen dan 19 persen pada asupan minuman ringan manis.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *