in ,

Prospek Investasi Dinar dan Dirham

Prospek Investasi Dinar Dirham
Foto: IST

Pajak.com, Jakarta – Sepekan terakhir aktivitas bertransaksi menggunakan dinar dan dirham di pasar Muamalah Depok menjadi kontroversi, hingga masuk ke ranah hukum. Sebab, hal itu dinilai tidak sesuai dengan udang-undang yang berlaku di Indonesia bahwa mata uang Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Indonesia. Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa berdasarkan Pasal 23 B UUD 1945 jo Pasal 1 angka 1 dan angka 2, Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang, Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Indonesia.

“Kami menegaskan bahwa dinar, dirham atau bentuk-bentuk lainnya selain uang Rupiah bukan merupakan alat pembayaran yang sah di wilayah Indonesia” ujar Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono melalui siaran pers BI dikutip Sabtu, (6/2/21).

BI mengajak masyarakat dan berbagai pihak untuk menjaga kedaulatan Rupiah sebagai mata uang Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI.

Baca Juga  BCA Jadi “Brand” Perbankan Terkuat di Dunia Versi Brand Finance

Senada dengan BI, PT Aneka Tambang Tbk selaku perusahaan yang menerbitkan dinar dan dirham mengatakan, Antam memang menyediakan layanan jual-beli keping dinar dan dirham. Namun, bukan  sebagai alat tukar, melainkan benda koleksi untuk investasi.

“Kami tegaskan bahwa produk keping emas dinar dan keping perak dirham yang dibuat Antam merupakan collectible item, bukan ditujukan sebagai alat tukar,” kata SVP Corporate Secretary Kunto Hendrapawoko.

Terlepas dari kontroversi itu, dinar dan dirham merupakan bisa jadi salah satu pilihan investasi logam mulia yang relatif aman dan semakin diminati sejak beberapa tahun terakhir selain emas batangan dan perhiasan.

Menurut hukum syariat Islam, istilah ‘dinar’ merujuk pada koin emas murni dengan berat 1 mitsqal atau 1/7 troy ounce. Sementara ‘dirham’ menurut ketentuan Open Mithqal Standard (OMS) adalah kepingan koin perak murni seberat 1/10 troy ounce. Kedua koin ini sudah sejak lama digunakan sebagai alat perdagangan resmi, terutama di negara-negara Timur Tengah. Sebab nilainya cenderung stabil dan perhitungan harganya sesuai dengan syariat agama Islam. Tak hanya alat perdagangan, dinar dirham pun digunakan untuk membayar zakat, mahar, serta alat investasi, atau penanaman dana.

Baca Juga  Navigasi Keuangan Keluarga di Era Kenaikan Harga Pangan

Co-Founder sekaligus CEO Tamasia Muhammad Assad mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir permintaan terhadap dinar meningkat. Ini seiring pertumbuhan harga emas yang meningkat dari waktu ke waktu. Di samping itu, sebagai salah satu logam mulia, dinar juga memiliki peranan sebagai aset safe haven. Sehingga, selain aman dan terhindar dari risiko volatilitas harga, investasi dinar cenderung lebih likuid dan mudah diperjualbelikan.

Menurut Assad, prospek harga dirham ke depan cukup menarik seiring dengan kenaikan harga perak akhir-akhir ini. Jika tahun lalu, harga perak masih bertengger di kisaran Rp 9.000 per gram, saat ini sudah berada di kisaran Rp 13.000 per gram atau sudah ada kenaikan sekitar 40 persen.

Baca Juga  KEK Likupang Siap Hadirkan “Sustainable Tourism”

“Dinar karena berbasis emas, diprediksi kenaikan returnya bisa 20 persen hingga akhir tahun ini. Sedangkan untuk Dirham yang berbasis perak akan mengekor Dinar, atau justru lebih tinggi dari dinar,” kata Assad Jumat (5/2).

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *