Sunarso melanjutkan, keberhasilan BRI dalam menyalurkan kredit diatas rata rata industri perbankan nasional diiringi dengan manajemen risiko yang baik. Hal tersebut tecermin dari rasio non-performing loan (NPL) BRI secara konsolidasi tercatat sebesar 3,09 persen pada akhir Maret 2022. Angka tersebut tercatat menurun jika dibandingkan dengan NPL pada periode yang sama tahun lalu sebesar 3,30 persen.
Selain itu, kualitas kredit yang membaik tersebut juga disebabkan oleh restrukturisasi kredit terdampak COVID-19 yang saat ini terus menurun secara gradual. Dimana hingga akhir kuartal I 2022, tercatat restrukturisasi kredit terdampak COVID-19 sebesar Rp 144,27 triliun, atau telah turun sebesar Rp 103,75 triliun apabila dibandingkan dengan total akumulasi restrukturisasi yang mencapai Rp 248,02 triliun.
Sunarso menjelaskan, BRI menyediakan pencadangan yang cukup untuk mengantisipasi risiko ke depan dengan NPL Coverage sebesar 276,0 persen. Angka ini meningkat dibandingkan dengan NPL Coverage pada akhir Maret 2021 sebesar 231,17 persen.
“Alasan BRI menyiapkan pencadangan yang sangat memadai tersebut dilakukan untuk mengantisipasi risiko ketidakpastian kondisi perekonomian kedepan, karena adanya perang Rusia–Ukraina, inflasi, serta potensi kenaikan suku bunga yang akan terus dilanjutkan oleh The Fed,” jelasnya.
Terkait Dana Pihak Ketiga (DPK), BRI juga berhasil mencatatkan kinerja positif. Hingga akhir kuartal I 2022, DPK BRI grup tercatat tumbuh 7,39 persen. Dana murah (CASA) menjadi pendorong utama pertumbuhan DPK BRI, dimana secara yoy meningkat sebesar 15,99 persen.
Comments