Pajak.com, Palembang – Bank Indonesia menilai bisnis makanan halal (halal food) menjadi peluang bisnis di tengah pandemi Covid-19 yang cukup menjanjikan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Kepala Bank Indonesia Perwakilan Sumatera Selatan Hari Widodo mengungkapkan, Indonesia sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia sejauh ini belum menggarap potensi ini secara maksimal.
“Saat ini, Indonesia memang menjadi pusat Industri halal, tapi dalam posisi sebagai konsumen. Justru negara nonmuslim masih menjadi penyuplai utama,” ungkapnya dikutip dari Antara, Minggu (25/07).
Peringkat pertama eksportir produk halal yakni Brazil, dengan 16,2 miliar dollar AS, diikuti India dengan nilai ekspor 14,4 miliar dollar AS. Selain itu, Indonesia juga menjadi konsumen produk halal peringkat pertama sebesar 114 miliar dollar AS. “Untuk memperluas halal food ini, maka perlu kiranya para pemangku kepentingan menelisik potensi ini dari sisi hulu hingga hilir,” tambahnya.
Hari menjelaskan, saat ini makanan halal telah menjadi kebutuhan masyarakat, bahkan telah menjadi gaya hidup masyarakat dunia. Tak hanya penduduk muslim, masyarakat nonmuslim pun telah menjadi konsumen industri makanan halal.
Di mata global, makanan halal dianggap memenuhi standar mutu, kebersihan, dan keamanan. Konsumsi produk halal per tahun juga terus mengalami lonjakan lantaran populasi masyarakat bertambah dan pendapatan domestik produk (PDB) kian tumbuh. Namun, agar produk makanan halal dalam negeri ini bisa diserap pasar dunia maka perlu ada kepastian untuk legalitasnya.
“Jika ini dilihat sebagai suatu kebutuhan maka akan dilihat mulai dari rantainya, tentunya konsumen akan melihat ada tidak sertifikat halalnya,” jelasnya.
Comments