Revolusi Hilirisasi Sawit: Menyelami Potensi Emas Hijau Indonesia
Pajak.com, Jakarta – Hilirisasi industri sawit, proses mengolah kelapa sawit menjadi berbagai produk bernilai tambah, tidak hanya berperan dalam meningkatkan daya saing industri, tetapi juga membawa dampak luas terhadap perekonomian secara keseluruhan. Di balik kebijakan tersebut, Pajak.com mengajak Anda untuk menyelami potensi emas hijau yang mempengaruhi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan di Indonesia.
Industri sawit Indonesia tercatat dapat menghasilkan lebih dari 179 produk hilirisasi. Selain produk utama minyak kelapa sawit dan inti sawit yang dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, hilirisasi sawit juga telah menghasilkan produk turunan seperti kosmetik, pakaian, pasta gigi, lemak cokelat, fatty acid, surfactant, hingga biodesel yang meningkatkan nilai tambah perekonomian dan daya saing global.
Hilirisasi adalah proses atau strategi suatu negara untuk meningkatkan nilai tambah komoditas yang dimiliki. Dengan hilirisasi, komoditas yang tadinya diekspor dalam bentuk mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
Selain penggunaan dalam negeri, saat ini produk kelapa sawit juga telah diekspor ke lebih dari 160 negara. Menurut Analis Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (PKPN BKF Kemenkeu) Nursidik Istiawan, 58 persen produksi Crude Palm Oil (CPO) Indonesia diekspor dengan dominasi ekspor produk turunan yang mengindikasikan keberhasilan kebijakan hilirisasi.
“Sektor kelapa sawit, itu mensupport banyak industri selanjutnya. Ada peningkatan nilai tambah dalam perekonomian,” ungkap Nursidik dikutip Pajak.com pada Selasa (10/9).
Kontribusi Industri Sawit ke Kas Negara
Kontribusi industri sawit ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2023 mencapai Rp 88 triliun. Rinciannnya, sebesar Rp 50,2 triliun penerimaan ke sektor pajak, senilai Rp 32,4 triliun ke Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan sebesar Rp 6,1 triliun ke Bea Keluar.
Sedangkan, sumbangan industri sawit ke PNBP nasional hingga Juli 2024 mencapai Rp 15,88 triliun. Kinerja tersebut setara dengan 4,6 persen dari total realisasi PNBP nasional yang sebesar Rp338 triliun.
Menurut Nursidik, APBN berperan penting dalam mendukung kontribusi industri sawit dengan menyediakan fasilitas perpajakan antara lain berupa tax allowance dan pembebasan bea masuk. Berbagai kebijakan pemerintah ini juga ditujukan untuk mendorong hilirisasi nasional.
“Untuk pungutan Bea Keluar itu memang kita gunakan untuk dalam rangka hilirisasi. Mendorong agar semakin hilir produk yang dihasilkan itu semakin kita bisa memperoleh manfaat,” beber Nursidik.
Penciptaan Lapangan Kerja dan Peningkatan Kesejahteraan
Hilirisasi juga berpotensi menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proses pengolahan kelapa sawit menjadi produk hilirisasi memerlukan tenaga kerja tambahan dalam berbagai sektor, mulai dari pabrik pengolahan hingga penelitian dan pengembangan.
Pekerjaan yang lebih berkualitas dan upah yang lebih baik dalam industri hilirisasi dapat meningkatkan pendapatan keluarga, yang pada gilirannya berkontribusi pada pengurangan kemiskinan. Selain itu, dengan adanya pelatihan dan pendidikan terkait teknologi baru, tenaga kerja dapat memperoleh keterampilan tambahan yang meningkatkan daya saing mereka di pasar kerja.
Sektor sawit di Indonesia saat ini telah melibatkan 2,4 juta petani swadaya dan 16 juta tenaga kerja. Sektor ini juga telah mendorong Produk Domestik Bruto (PDB) di sektor perkebunan di angka yang positif pada kuartal II-2024 sebesar 3,25 persen sehingga PDB Indonesia di kurartal II-2024 bertumbuh positif.
Dampak Positif terhadap Infrastruktur dan Logistik
Pengembangan fasilitas pengolahan dan infrastruktur terkait untuk mendukung hilirisasi juga memberikan manfaat ekonomi yang luas. Investasi dalam infrastruktur seperti pabrik, sistem transportasi, dan jaringan distribusi meningkatkan efisiensi rantai pasokan dan mengurangi biaya transaksi.
Perbaikan infrastruktur ini tidak hanya mendukung industri sawit tetapi juga membawa keuntungan bagi sektor ekonomi lainnya, meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas, serta mendorong pertumbuhan ekonomi regional.
Keberlanjutan dan Perlindungan Lingkungan
Hilirisasi yang berfokus pada keberlanjutan dapat mengurangi dampak negative terhadap lingkungan dari produksi kelapa sawit. Misalnya, produk hilir seperti biodesel dapat menggantikan bahan bakar fosil, mengurangi emisi karbon, dan mendukung penggunaan energi terbarukan.
Selain itu, teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan dalam proses pengolahan dapat mengurangi limbah dan dampak negatif terhadap ekosistem. Dengan mengintegrasikan praktik berkelanjutan, industri sawit dapat berkontribusi pada pelestarian lingkungan dan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Sehingga, hilirisasi industri sawit memiliki dampak yang luas dan positif terhadap ekonomi Indonesia. Mulai dari meningkatkan nilai tambah ekonomi dan menciptakan lapangan kerja, hingga mendukung keberlanjutan lingkungan dan memperkuat daya saing global. Dengan dukungan kebijakan yang tepat dan investasi dalam teknologi serta infrastruktur, Indonesia dapat memaksimalkan potensi dari hilirisasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Comments