Menu
in ,

Pemerintah Siapkan Aturan Larangan Ekspor EBT

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah tengah menyiapkan aturan baru tentang larangan ekspor energi baru terbarukan atau EBT. Hal ini disampaikan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia. Ia menyampaikan, larangan ekspor EBT ini penting untuk memastikan kebutuhan domestik atau dalam negeri terpenuhi.

“Pelarangan ekspor EBT itu sebuah keharusan untuk memenuhi stok dalam negeri dulu,” kata Bahlil di Jakarta, Jumat (8/7/2022).

Bahlil menegaskan, larangan ekspor EBT perlu diatur. Apalagi, saat ini Indonesia tengah dalam pengembangan industri EBT untuk mendorong keberlangsungan di berbagai sektor. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA) yang melimpah, EBT Indonesia juga dinilai merupakan keunggulan yang akan menarik minat investasi asing.

Menurut Bahlil, saat ini regulasi atau aturan terkait dengan kebijakan larangan ekspor EBT itu tengah dibahas secara intens dan akan diumumkan pada akhir Juli 2022 ini.

Adapun alasan pemerintah melarang ekspor EBT karena saat ini Indonesia tengah dalam pengembangan industri EBT untuk mendorong keberlangsungan di berbagai sektor. Apalagi pemerintah harus mengejar target 23 persen energi bersih pada 2025. Sedangkan hingga kini, bauran listrik dari energi bersih secara nasional baru 11,7 persen. Karenanya, untuk mendorong suksesnya pengembangan EBT di tanah air, maka pemerintah perlu menjamin ketersediaan EBT yang cukup.

Namun demikian, menurut Pakar Hukum Energi Universitas Airlangga (Unair) Indria Wahyuni, untuk menyukseskan transisi EBT perlu payung hukum yang dapat mengakomodasinya. Pertama, transisi yang memerhatikan ketahanan energi, yaitu harus ada sinergi yang baik antara energi berbasis fosil dan EBT. Hal ini berarti transisi menuju EBT tidak langsung mematikan sumber energi fosil. Karena arah gerak kebijakan tersebut rentan memunculkan krisis energi.

Indria menekankan, partisipasi publik menjadi kunci suksesnya transisi EBT. Ia mencontohkan bahwa hal tersebut telah terjadi di Inggris beberapa waktu lalu. Kedua, adalah adanya perubahan paradigma. Faktor kedua ini sangat bergantung dengan kemampuan sinergi  yang baik antar-stakeholders.

“Paradigma dalam industri energi fosil harus diubah, yakni keuntungannya harus dapat dimanfaatkan untuk pengembangan EBT. Hal ini menurut Indria untuk menjawab tantangan utama dalam pengembangan EBT, yakni biaya yang sangat mahal,” ujar Indria seperti dikutip dari laman Unair, Sabtu (9/7/2022).

Ketiga, yakni penjaminan partisipasi publik. Indria menekankan kunci suksesnya transisi EBT adalah partisipasi publik. Sebab, rata-rata sumber EBT berada di lokasi yang terpencil. Sehingga pelibatan masyarakat sekitar dalam alur rencana pengembangannya dari hulu hingga hilir sangat penting.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version