Namun demikian, menurut Pakar Hukum Energi Universitas Airlangga (Unair) Indria Wahyuni, untuk menyukseskan transisi EBT perlu payung hukum yang dapat mengakomodasinya. Pertama, transisi yang memerhatikan ketahanan energi, yaitu harus ada sinergi yang baik antara energi berbasis fosil dan EBT. Hal ini berarti transisi menuju EBT tidak langsung mematikan sumber energi fosil. Karena arah gerak kebijakan tersebut rentan memunculkan krisis energi.
Indria menekankan, partisipasi publik menjadi kunci suksesnya transisi EBT. Ia mencontohkan bahwa hal tersebut telah terjadi di Inggris beberapa waktu lalu. Kedua, adalah adanya perubahan paradigma. Faktor kedua ini sangat bergantung dengan kemampuan sinergi yang baik antar-stakeholders.
“Paradigma dalam industri energi fosil harus diubah, yakni keuntungannya harus dapat dimanfaatkan untuk pengembangan EBT. Hal ini menurut Indria untuk menjawab tantangan utama dalam pengembangan EBT, yakni biaya yang sangat mahal,” ujar Indria seperti dikutip dari laman Unair, Sabtu (9/7/2022).
Ketiga, yakni penjaminan partisipasi publik. Indria menekankan kunci suksesnya transisi EBT adalah partisipasi publik. Sebab, rata-rata sumber EBT berada di lokasi yang terpencil. Sehingga pelibatan masyarakat sekitar dalam alur rencana pengembangannya dari hulu hingga hilir sangat penting.
Comments