Riefky juga menyoroti penerbitan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menurutnya, UU HPP merupakan bagian dari reformasi struktural yang berpotensi mendongkrak penerimaan dan memperluas basis pajak.
“Penguatan sistem perpajakan berpotensi meningkatkan penerimaan pajak dan memperluas basis pajak seiring dengan berlangsungnya pemulihan ekonomi, terutama dalam jangka panjang. Namun, reformasi harus dilakukan dengan hati-hati dan tepat waktu untuk menghindari kontraproduktif terhadap perekonomian,” jelasnya.
Selain itu, pemerintah juga menargetkan penurunan defisit fiskal secara bertahap hingga di bawah 3 persen dari PDB pada tahun 2023. Dalam APBN 2022, defisit fiskal ditargetkan sebesar Rp 868 triliun atau 4,85 persen dari PDB. Defisit ini lebih rendah dari 6,1 persen dari PDB pada tahun lalu dan prospek tahun ini sebesar 5,8 persen dari PDB, di mana menurut Riefky hal ini menandakan dimulainya konsolidasi fiskal.
“Secara keseluruhan, kami memandang bahwa Pemerintah Indonesia secara umum berada di jalur yang tepat untuk menurunkan defisit fiskal kembali menjadi 3 persen dari PDB pada tahun 2023. Selain itu, harga komoditas yang lebih tinggi akan memberikan benefit bagi perekonomian, dan jika pandemi terus mereda, perekonomian dapat mencapai pemulihan penuh yang akan meningkatkan pendapatan,” pungkasnya.
Comments