Pajak.com, Jakarta – CEO Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) Lamon Rutten membeberkan, Indonesia memiliki potensi pendapatan sebesar 565,9 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 8.000 triliun dari perdagangan karbon.
Ia mengatakan, berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Indonesia memiliki hutan hujan tropis ketiga terbesar di dunia dengan luas area 125,9 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon sebesar 25,18 miliar ton.
Sedangkan, luas area hutan mangrove di Indonesia saat ini mencapai 3,31 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon sekitar 950 ton karbon per hektare atau setara 33 miliar karbon untuk seluruh hutan mangrove di Indonesia, dan lahan gambut terluas di dunia dengan area 7,5 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon mencapai sekitar 55 miliar ton.
“Dari data tersebut, maka total emisi karbon yang mampu diserap Indonesia kurang lebih sebesar 113,18 gigaton, dan jika pemerintah Indonesia dapat menjual kredit karbon dengan harga 5 dollar AS di pasar karbon, maka potensi pendapatan Indonesia mencapai 565,9 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 8.000 triliun,” katanya dalam keterangan resmi, Rabu (22/9).
Di sisi lain, lanjut Lamon, tujuan utama dari perdagangan karbon adalah untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Sistem perdagangan karbon yang dirancang dengan baik ini juga dapat memberi manfaat untuk kepentingan publik domestik sekaligus memberikan manfaat tambahan bagi lingkungan dan sosial.
“Manfaatnya pun beragam, dan bergantung pada desain sistem perdagangan karbon yang diterapkan, mulai dari memperbaiki kualitas kesehatan masyarakat, ketahanan energi, penciptaan lapangan kerja, dan perubahan penggunaan lahan,” ungkapnya.
Sebuah studi dari 20 negara penghasil emisi terbesar memperkirakan bahwa rata-rata harga karbon sebesar 57,5 dollar AS/tCO2 akan menghasilkan nilai yang sama dari manfaat tambahan yang diperoleh di dalam negeri, yang terutama mencerminkan nilai pengurangan polusi udara dari pembangkit listrik tenaga batu bara.
“Secara global, diperkirakan bahwa pengurangan GRK hingga 50 persen pada tahun 2050 dapat mengurangi jumlah kematian dini akibat polusi udara sebesar 20-40 persen,” imbuhnya.
Comments