in ,

“Fintech” Punya Peranan Penting untuk Inklusi Keuangan

Namun, pada saat yang sama, masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah dan kurang pengalaman dengan layanan keuangan serta akses pengaduan yudisial atau ekstra-yudisial lebih berisiko terhadap penipuan atau praktik peminjaman predator. Untuk itu, CIPS menekankan adanya upaya untuk memperkuat sinergi antara regulasi pemerintah dan perlindungan konsumen P2P lending. Perlindungan konsumen diperlukan untuk memberikan rasa aman dan menjaga kepercayaan mereka dalam bertransaksi dengan lembaga ini. Rasa aman dan kepercayaan tersebut akan menumbuhkan industri keuangan dan dapat menggerakkan sektor-sektor yang terdampak pandemi lewat skema pinjaman yang diajukan para konsumen.

Selama ini perkembangan fintech P2P lending diwarnai banyak kontroversi. Layanan jasa keuangan berbasis teknologi ini sempat menjadi sorotan seiring dengan banyaknya laporan dari debitur yang terjerat utang pinjaman on-line alias pinjol. Misalnya adanya praktik pemberian pinjaman yang menawarkan pinjaman tunai tanpa jaminan atau payday loan, serta praktik peminjaman predator. Praktik peminjaman predator mencakup suku bunga yang berlebihan, praktik penagihan utang yang agresif, dan penyalahgunaan data pribadi konsumen. Beberapa kasus pinjaman predator telah banyak dipublikasikan dan bahkan menyebabkan keresahan sosial.

Baca Juga  Indonesia Prima Luncurkan Primabiz, Dorong UKM Menuju Kesuksesan Global

Menurut data Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), selama satu tahun terakhir pengaduan yang paling banyak dilaporkan ke YLKI ialah jasa finansial, khususnya masalah pinjol. Tahun 2020 pengaduan sebanyak 3.692 total pengaduan diterima YLKI. Dari seluruh komoditas, 15 persen di antaranya ialah masalah pinjol ilegal dan masalah fintech P2P lending.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *