in ,

Stabilitas Ekonomi Aktualisasi UU HPP Landasan Anti-Inflasi

Stabilitas Ekonomi Aktualisasi UU HPP Landasan Anti-Inflasi
FOTO: IST

Beragam upaya pemerintah dalam menstabilisasikan perekonomian di Indonesia dinilai cukup penting dalam tatanan kehidupan bernegara. Perhatian yang dimulai sejak era reformasi itu makin berkembang maju dengan adanya program-program yang dicanangkan pemerintah sebagai harapan mewujudkan stabilitas ekonomi anti-inflasi. Sudah ada beragam inovasi yang dibentuk pemerintah untuk mengatasi inflasi di Indonesia, seperti membentuk Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di pusat pada tahun 2005 atau Pembentukan Kelompok Kerja Nasional (Pojoknas) sebagai penghubung TPI di pusat dan daerah pada tahun 2011 (Satya dan Galuh, 2010:76).

Tidak cukup sampai di situ, pemerintah Indonesia juga aktif mengeluarkan kebijakan-kebijakan perpajakan sebagai bentuk pemenuhan fungsi anggaran, regulasi, stabilitas, dan retribusi, yaitu, dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah mengalami beberapa revisi dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Kemudian, dalam rangka perapihan sistem perpajakan di Indonesia yang diharapkan dapat memperkuat perekonomian di kala pandemi hingga ke depan, maka pemerintah Indonesia mewujudkan kembali suatu kebijakan hukum baru yang disahkan sebagai Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP. UU HPP ini hadir sebagai reformasi ekonomi di bidang perpajakan untuk mewujudkan keadilan dan kepastian hukum dalam proses aktualisasi hak dan kewajiban perpajakan. Hal tersebut dipertimbangkan dengan adanya perubahan globalisasi ekonomi dan perkembangan teknologi informasi yang merubah minat beli masyarakat Indonesia dengan dibuktikan adanya peningkatan transaksi lintas negara (cross border transaction) dan ekonomi digital (digital economy) (DPR RI, 2021).

Baca Juga  Kurs Pajak 28 Februari – 5 Maret 2024

Sistematika kebijakan ini bertumpu pada peningkatan penerimaan pajak yang tidak membebani kondisi fundamental masyarakat dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, pelaku usaha mikro, kecil, bahkan menengah. UU HPP memuat enam pembahasan yang terdiri dari Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS) wajib pajak, Pajak Karbon, dan Cukai. Penjelasan singkatnya sebagai berikut:

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

  • NIK sebagai NPWP untuk Wajib Pajak-Orang Pribadi (WP-OP). Pemilik NIK yang mempunyai penghasilan kena pajak (PKP) orang pribadi atau sebanyak 60 juta rupiah/tahun dikenakan wajib PPh, sementara pemilik penghasilan yang tidak memenuhi syarat tersebut tidak diwajibkan membayar PPh.
  • Pergantian sanksi perpajakan.

Ketentuan mengenai Pajak Penghasilan (PPh)

  • Keringanan pembebanan terhadap pajak UMKM. Pajak UMKM lebih ringan apabila suatu UMKM mempunyai pendapatan bruto kurang dari 500 juta rupiah/tahun dan pemberian diskon tarif PPh sebanyak 50% kepada UMKM yang mendapat keuntungan hingga 4,8 miliar rupiah/tahun.
  • Perbaikan secara progresif tarif PPh Orang Pribadi (OP). PPh terendah 5% untuk OP dengan PKP 60 juta rupiah. Sedangkan, PPh tertinggi sebesar 35% untuk OP dengan PKP lebih dari 5 miliar rupiah.

Ketentuan mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

  • Bebas PPN untuk barang/kebutuhan pokok.
  • Barang/kebutuhan pokok yang dimaksud adalah kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari (pangan), jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, dan jasa lain yang mendapat fasilitas bebas PPN. Hal ini tercantum pada Pasal 16B dan Pasal 4A UU HPP.
  • Kenaikan tarif tunggal PPN mulai dari 1% (semula 10% menjadi 11% di tanggal 1 April 2022) dan bertahap (menjadi 12% pada 1 Januari 2025) dengan catatan ikut mempertimbangkan kondisi perekonomian yang ada.
  • Pengaplikasian sistem multitarif PPN dengan persentase 5%—15%.
Baca Juga  Kurs Pajak 13 – 19 Maret 2024

Program Pengampunan Pajak (PPS / Tax Amnesty)

  • Diberlakukan mulai 1 Januari—30 Juni 2022.
  • Dilakukan dengan mewajibkan kepada pelaku penerima pajak untuk menginformasikan / mengungkapkan harta bersih yang belum ada atau kurang. Pemberitahuan tersebut dinyatakan dalam surat pernyataan yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan ketentuan aset yang didapat dalam kurun waktu 1 Januari 1985 hingga 31 Desember 2015.

Ketentuan terkait Pajak Karbon

  • Pembebanan tarif pajak karbon senilai Rp 30/kilogram karbon dioksida ekuivalen (C02e). Pemberlakuan pajak ini sebagai upaya pemulihan lingkungan dengan menurunkan emisi karbon sesuai standar Nationally Determined Contribution (NDC).

Ketentuan Cukai

  • Dalam UU HPP terdapat penambahan atau pengurangan jenis barang kena cukai, salah satunya rokok elektronik yang mulai dikategorikan sebagai jenis Barang Kena Cukai hasil tembakau. Selain itu, dalam UU HPP juga membahas pemidanaan pelanggaran cukai serta sanksi administratif terhadap pelanggar.

Efektivitas kebijakan UU HPP ini sebenarnya sangat baik. Alih-alih beredarnya rumor hoaks di kalangan masyarakat awam yang menilai UU ini terlalu membebankan setiap masyarakat dengan dikenakan pajak pribadi tanpa terkecuali, sebenarnya UU HPP ini malah sangat mempertimbangkan perekonomian masyarakat dalam penerapannya.

Baca Juga  Sri Mulyani: Sekitar 40 Ribu Pegawai DJP Sedang Dilatih Operasikan “Core Tax”

UU HPP ini akan memberi dampak pada stabilitas perekonomian yang berarti akan memperkecil laju inflasi apabila UU HPP ini diaktualisasikan dengan benar. Pasalnya dengan kenaikan PPN sebesar 1% dampak yang terasa terhadap inflasi akan lebih terbatas dan menyentuh angka minimal. Pengendalian inflasi dengan persentase rendah ini berfungsi juga sebagai kontrol daya beli masyarakat sehingga daya beli masyarakat dapat tetap terjaga, khususnya bagi golongan masyarakat menengah ke bawah dan rentan.

Selain itu juga, dengan skema multitarif yang dicanangkan pemerintah dengan berlandaskan keadilan, rakyat menengah ke bawah akan semakin diuntungkan karena tarif PPN yang dikenakan akan lebih murah untuk barang/jasa yang diperlukan masyarakat. Sementara itu, tarif PPN untuk barang mewah akan dikenakan lebih mahal, hal ini sesuai dengan landasan awal kebijakan ini yang mengagungkan keadilan dengan melakukan pengelompokan PPN yang tidak dipukul rata secara sama tetapi sesuai dengan jenis barang tersebut.

Referensi:

DPR RI. (2021). PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN. Jakarta: Rapat Paripurna Tingkat II DPR RI.

KlikLegal. (2021). Resmi Diundangkan, Berikut Pembahasan Mengenai UU HPP. https://www.google.com/amp/s/kliklegal.com/resmi-diundangkan-berikut-pembahasan-mengenai-uu-hpp/%3famp=1 (Diakses 4 Januari 2022).

Satya Venti Eka, Galuh Prila Dewi. (2010). PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN DAN PERANNYA DALAM MEMPERKUAT FUNGSI BUDGETAIR PERPAJAKAN. Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol 1 (1).75-100.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

72 Points
Upvote Downvote

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *