“Anggap saya adalah B, saya bekerja memiliki restoran Padang dan menghasilkan Rp 120 juta per tahun, dan saya tidak punya NPWP. Apakah saya bayar pajak? Tidak. Apa implikasi saya tidak memiliki pajak? Apakah saya tidak bisa urus SIM dan paspor? Masih bisa. Segala bentuk dokumen yang dibutuhkan warga negara, masih bisa diurus oleh orang yang tidak memiliki pajak (NPWP). Dengan demikian, sebetulnya (di Indonesia) memiliki NPWP menjadi beban bukan kebutuhan,” katanya.
Oleh karena itu, Vid memandang, rencana menaikkan tarif pajak penghasilan (PPh) orang karya menjadi 35 persen atau pajak pertambahan nilai (PPN) jadi 12 persen, justru akan meningkatkan potensi praktik penghindaran atau penggelapan pajak. Apalagi saat ini praktik semacam itu masih menjadi tantangan terbesar pemerintah.
“Kenapa? Saya dulu dipajaki (PPN) 10 persen, sekarang ada pemajakan yang lebih tinggi, jadi beban pajak saya lebih tinggi. Tapi di sisi lain masih banyak orang yang tidak memiliki NPWP atau tidak bayar pajak. Wajib Pajak akan berfikir seperti itu,” jelas Vid.
Dalam pemaparannya, ia pun menyebutkan teori kebijakan publik yang memiliki dua tujuan, yakni perbaikan efisiensi ekonomi dan keadilan. Tujuan itu dapat terwujud jika WP merasakan dampak dari regulasi dan administrasi perpajakan yang adil.
Comments