in ,

Setahun Penerapan Tarif PPN 11 Persen sebagai Instrumen Keadilan

Setahun Penerapan Tarif PPN 11 Persen
FOTO: Tiga Dimensi 

Setahun Penerapan Tarif PPN 11 Persen sebagai Instrumen Keadilan

Pajak.com, Jakarta – Sudah setahun penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen dari sebelumnya 10 persen di Indonesia. Menurut Tax Compliance and Audit Manager TaxPrime Januar Ponco, penyesuaian tarif PPN merupakan instrumen untuk menciptakan keadilan dengan tetap menyeimbangkan kondisi ekonomi.

Ia menjelaskan, pajak memiliki fungsi (regulerend) yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Penyesuaian tarif PPN menjadi 11 persen dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) merupakan implementasi dari fungsi pajak sebagai instrumen untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi setelah dihantam badai pandemi.

“PPN merupakan konsekuensi logis dari kebutuhan barang dan jasa yang dibeli seseorang. Pajak ini mempunyai fungsi regulasi untuk mengatur kondisi makro ekonomi, baik dari sisi inflasi maupun investasi. Sehingga penyesuaian tarif PPN maupun PPh (Pajak Penghasilan) merupakan bagian dari pajak sebagai instrumen itu,” ujarnya kepada Pajak.com, di Ruang Rapat TaxPrime, Menara Kuningan Jakarta, (11/4).

Ponco pun menguraikan implikasi kenaikan tarif PPN terhadap penerimaan pajak pada tahun 2022. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, hingga akhir Desember 2022 penerimaan pajak telah mencapai Rp 1.716,8 triliun atau menembus 115,6 persen dari target yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022 sebesar Rp 1.485 triliun. Dari kinerja itu, penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tercatat Rp 687,6 triliun atau 107,6 persen dari tahun 2021. Realisasi penerimaan PPN ini tumbuh 24,6 persen yang didorong oleh peningkatan aktivitas ekonomi yang ekspansif dan kenaikan tarif PPN. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi nasional sepanjang tahun lalu tumbuh 4,93 persen atau meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 2,02 persen. Pertumbuhan ekonomi pun positif sebesar 5,31 persen di 2022 dibandingkan tahun 2021 yang 3,69 persen.

Baca Juga  MK Gelar Uji Materiil Pajak Hiburan yang Diajukan Pengusaha Karaoke

“Berdasarkan data realisasi penerimaan pajak, dapat disimpulkan penerimaan negara dari PPN pada tahun 2022 memberikan peran penting terhadap penerimaan pajak, di mana PPN memberikan kontribusi yang paling tinggi dibandingkan dengan pos pajak yang lain. Seperti halnya Kemenkeu menegaskan, penyesuaian tarif PPN merupakan upaya optimalisasi penerimaan pajak untuk meningkatkan rasio pajak agar tercapai fondasi perpajakan yang kuat,” ungkap Ponco.

Di sisi lain, secara teori pengenaan PPN akan berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa yang juga berpotensi pada penurunan PPh badan. Misalnya, Mawar mempunyai uang Rp 100 ribu untuk membeli barang seharga Rp 10 ribu, maka Mawar dapat membeli 10 unit barang. Namun dengan naiknya PPN sebesar 11 persen, jumlah pembayaran yang dilakukan akan naik menjadi Rp 11.100, sehingga Mawar hanya mampu membeli sekitar 9 unit barang. Artinya, kemampuan Mawar untuk membeli barang menjadi berkurang.

Baca Juga  Pemotongan Kuota dan Jenis Impor yang Dapat Fasilitas Bea Masuk

“Kalau diakumulasikan dengan banyaknya orang, berapa konsumsi yang terhambat gara-gara kenaikan PPN itu?, ini tantangan pemerintah untuk menyeimbangkan. Pemerintah harus aware mengenai dampak penurunan daya beli. Karena di balik setiap transaksi, ada produsen yang membayar PPh badan. Semua tentang prinsip keseimbangan antara konsumsi dan produksi,” jelas Ponco.

Fasilitas dan kemudahan PPN 

Ia menilai, salah satu upaya pemerintah untuk menyeimbangkan dan menciptakan instrumen kebijakan yang adil adalah dengan membantu kelompok rentan atau tidak mampu. Dengan adanya UU HPP, pemerintah sepenuhnya memberikan fasilitas PPN.

“Barang atau jasa yang semula nonbarang kena pajak atau nonjasa kena pajak, diberikan fasilitas pembebasan PPN. Selain itu, kriteria dan jenis barang kebutuhan pokok yang sebelumnya telah berlaku seluruhnya diberikan fasilitas bebas PPN, seperti jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja juga diberikan fasilitas dibebaskan. Begitu pula dengan minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG/ liquefied natural gas, dan CNG/compressed natural gas). Barang dan jasa itu, kan, semua dinikmati masyarakat (secara langsung), sehingga dibebaskan,” urai Ponco.

Secara simultan, pemerintah juga memberikan kemudahan dan kesederhanaan dalam pemungutan PPN, khususnya pada jenis barang/jasa tertentu atau sektor usaha tertentu. UU HPP memberlakukan tarif khusus berupa PPN final 1  persen, 2  persen, dan/atau 3 persen dari peredaran usaha.

Baca Juga  Tata Cara Ajukan Permohonan Perpanjangan Izin Kuasa Hukum Perpajakan

“Misalnya, kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN 2,2 persen, hasil pertanian tertentu 1,1 persen, penyerahan kendaraan bermotor bekas 1,1 persen, dan jasa pengurusan transportasi 1,1 persen,” ujar Ponco.

Penyesuaian tarif PPN juga diiringi dengan dukungan secara khusus bagi usaha mikro kecil menengah (UMKM), antara lain pembebasan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi pelaku UMKM dengan omzet sampai dengan Rp 500 juta dan layanan restitusi PPN dipercepat sampai dengan Rp 5 miliar.

“Kebijakan ini sebagai bagian dari reformasi perpajakan. Pemerintah memang sudah seharusnya menerapkan kebijakan yang seimbang untuk mendukung pemulihan ekonomi, membantu kelompok rentan dan tidak mampu, mendukung dunia usaha terutama UMKM dengan tetap memerhatikan kesehatan keuangan negara untuk kehidupan bernegara yang berkelanjutan,” ujar Ponco.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *