in ,

Rules of Origin: Definisi dan Ketentuan Pemenuhan

Rules of Origin: Definisi dan Ketentuan Pemenuhan
FOTO: IST

Rules of Origin: Definisi dan Ketentuan Pemenuhan

Pajak.comJakarta – Pada awal tahun 2023 lalu, kita sama-sama menyaksikan Indonesia telah secara resmi mengimplementasikan perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Ini merupakan upaya kerja sama yang dilakukan Indonesia bersama berbagai negara lainnya demi mengupayakan perdagangan internasional yang bebas dan mudah. Mari simak rules of origin: definisi dan ketentuan pemenuhan.

Betapa tidak, perdagangan internasional merupakan salah satu langkah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dalam konteks perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA), kita mengenal istilah ketentuan asal barang atau rules of origin. Lalu apa yang dimaksud dengan rules of origin dan bagaimana ketentuan dalam pemenuhan rules of origin?

Sebagai informasi, RCEP merupakan perjanjian perdagangan bebas atau free trade agreement (FTA) yang melibatkan sepuluh negara anggota ASEAN, meliputi Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam serta lima negara mitranya antara lain Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Terpenting, FTA terdiri dari tiga hal utama yaitu perdagangan barang, perdagangan jasa, dan investasi melalui mekanisme yang disebut rules of origin atau ketentuan asal barang.

Definisi 

Melalui FTA, negara anggota dapat memperoleh tarif preferensi yang berbeda dengan tarif bea masuk umum. Namun, untuk memperoleh fasilitas itu terdapat mekanisme yang ditetapkan, salah satunya disebut rules of origin.

Peran rules of origin semakin penting lantaran semakin banyak barang yang dihasilkan melalui pengolahan berbagai gabungan input, misalnya bahan baku, yang merupakan sumber daya dari negara berbeda-beda. Berdasarkan penuturan Kementerian Keuangan melalui laman resminya, rules of origin merupakan ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang diterapkan oleh suatu negara untuk menentukan negara asal barang.

Jadi, rules of origin merupakan mekanisme untuk menentukan asal negara suatu barang. Hal ini penting karena dalam perdagangan internasional, kewajiban dan pembatasan pada beberapa kasus tergantung sumber impor suatu barang.

Di Indonesia, ketentuan mengenai rules of origin tercantum salah satunya dalam PMK 229/2017 s.t.d.t.d. PMK 209/2022, yang menyebutkan bahwa ketentuan asal barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang diterapkan oleh suatu negara untuk menentukan negara asal barang.

Ketentuan asal barang ini dituangkan dalam bentuk Certificate of Origin atau Surat Keterangan Asal (SKA) sebagai dokumen yang menunjukkan bahwa suatu barang telah memenuhi ketentuan asal barang, sekaligus berhak memperoleh tarif preferensi. Sederhananya, SKA adalah sertifikasi asal barang yang menyatakan bahwa barang atau komoditas yang diekspor adalah berasal dari negara pengekspor.

SKA ini yang membuktikan bahwa barang tersebut berasal, dihasilkan dan atau diolah di Indonesia. Mengutip data Kementerian Dalam Negeri, terdapat dua macam SKA yang diterbitkan. Pertama, SKA Preferensi sebagai persyaratan dalam memperoleh preferensi yang disertakan pada barang ekspor tertentu untuk memperoleh fasilitas berupa pembebasan seluruh atau sebagian bea masuk yang diberikan oleh suatu negara/kelompok negara tujuan.

Kedua, SKA Non-Preferensi yang berfungsi sebagai dokumen pengawasan dan atau dokumen penyerta asal barang ekspor, untuk dapat memasuki suatu wilayah negara tertentu.

Baca Juga  Ayo Lapor SPT! Pahami Risiko Kesalahan dan Solusinya dari PakarPajak
Ketentuan

Untuk mendapatkan tarif preferensi, para pelaku ekspor harus menggunakan formulir SKA sesuai dengan skema yang digunakan dalam perjanjian negara ekspor tujuan. Dalam rules of origin, terdapat tiga ketentuan utama yang harus dipenuhi untuk mendapatkan tarif preferensi yaitu kriteria asal barang (origin criteria), kriteria pengiriman (consignment criteria), dan ketentuan prosedural (procedural provisions).

1. Kriteria asal barang

Kriteria asal barang yang harus dipenuhi agar dapat diberikan tarif preferensi meliputi:

– barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di satu negara anggota (wholly obtained atau wholly produced); atau

– barang yang tidak seluruhnya diperoleh atau diproduksi di satu negara anggota (not wholly obtained atau not wholly produced) yang mencakup:

Baca Juga  Tahapan Pendahuluan Sebagai Syarat Mutlak Penerapan PKKU

1. Barang yang diproduksi di negara anggota dengan hanya menggunakan bahan originating yang berasal dari satu atau lebih negara anggota;

2. Barang yang proses produksinya menggunakan bahan non-originating dengan hasil akhir memiliki kandungan regional atau bilateral yang mencapai sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase, atau kandungan bahan non-originating yang tidak melebihi nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase;

3. Barang yang proses produksinya menggunakan bahan non-originating dan seluruh bahan non-originating tersebut harus mengalami perubahan klasifikasi (Change in Tariff Classification/CTC) yang meliputi Change in Chapter (CC); Change in Tariff Heading (CTH); atau Change in Tariff Sub Heading (CTSH); dan/atau

4. Barang yang termasuk dalam daftar Product Specific Rules (PSR) sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian atau kesepakatan internasional.

2. Kriteria pengiriman 

Berdasarkan PMK 209/2022, kriteria pengiriman alias consignment criteria merupakan ketentuan pengiriman barang dari negara anggota pengekspor ke negara anggota pengimpor, dan mensyaratkan tidak adanya aktivitas yang mengubah asal barang.

Adapun kriteria pengiriman (consignment criteria) meliputi barang impor dikirim langsung dari pihak yang menerbitkan bukti asal barang ke dalam daerah pabean, barang impor dikirim melalui pihak selain pihak pengekspor dan pihak pengimpor, atau barang impor dikirim melalui nonpihak.

Baca Juga  Brasil Minta G20 Tegas Atasi Penghindaran Pajak Miliarder

3. Ketentuan prosedural

Ketentuan prosedural (procedural provisions) sebagaimana tercantum dalam PMK 209/2022, terkait dengan penerbitan SKA Form RCEP harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. diterbitkan dalam bahasa Inggris;

b. menggunakan bentuk dan format SKA Form RCEP sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran huruf A Angka Romawi VI dalam PMK tersebut;

c. memuat nomor referensi SKA Form RCEP;

d. memuat tanda tangan pejabat yang berwenang dan stempel resmi dari Instansi Penerbit SKA secara manual atau elektronik;

e. diterbitkan sebelum atau pada tanggal pengapalan atau tanggal eksportasi;

f. mencantumkan kriteria asal barang (origin criteria) dan RCEP Country of Origin untuk setiap uraian barang, dalam hal SKA Form RCEP mencantumkan lebih dari satu uraian barang; dan

g. memuat minimum information requirements. 

Sebagai ketentuan tambahan, apabila SKA Form RCEP lebih dari satu lembar, dapat menggunakan SKA Form RCEP atau lembar lanjutan, sesuai dengan bentuk dan format sebagaimana tercantum dalam lampiran PMK. Di sisi lain, SKA Form RCEP berlaku selama satu tahun terhitung sejak tanggal penerbitan. Jika SKA Form RCEP dapat terdiri dari dua atau lebih invoice, tetap harus dikirimkan dalam satu pengiriman/pengapalan.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *