Risiko Bagi Wajib Pajak Tak Lapor SPT Tahunan
Pajak.com, Jakarta – Setiap akhir tahun pajak, Wajib Pajak memiliki kewajiban lapor Surat Pemeritahuan (SPT) Tahunan. Hal ini berlaku untuk Wajib Pajak badan maupun orang pribadi yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Lantas, apa risiko bagi Wajib Pajak yang tak lapor SPT?
Pelaporan SPT Tahunan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan KUP). Pelaporan SPT sebenarnya dilakukan setiap awal tahun. Namun, pemerintah telah memberikan tenggat waktu beberapa bulan bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun badan untuk menyampaikan SPT mereka, yakini empat bulan bagi Wajib Pajak orang pribadi atau paling lambat tanggal 31 Maret.
Sementara batas akhir pelaporan SPT untuk Wajib Pajak badan adalah 30 April 2022. Saat ini pelaporan SPT tidak harus datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat, tetapi bisa dengan cara online.
Untuk diketahui, Wajib Pajak yang terlambat atau bahkan dengan sengaja tidak ingin melaporkan SPT bisa dikenakan sanksi dari pemerintah, baik sanksi berupa denda, bahkan pidana. Pemberian sanksi tidak lapor SPT Tahunan ini sebagaimana diterangkan dalam UU KUP bertujuan untuk memberikan efek jera kepada Wajib Pajak.
Wajib Pajak yang terlambat atau tidak melaporkan SPT Tahunannya akan dikenakan denda dengan besaran tertentu, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU KUP. Untuk Wajib Pajak orang pribadi, denda yang dikenakan adalah sebesar Rp 100.000. Sementara itu, untuk Wajib Pajak badan, denda yang dikenakan lebih besar lagi, yakni Rp 1 juta. Adapun denda keterlambatan melapor akan ditagih menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP).
Sanksi bunga akan dikenakan apabila SPT Tahunan telah dilaporkan, tetapi Wajib Pajak dengan kemauan sendiri meminta adanya pembetulan. Berdasarkan Pasal 8 UU KUP, apabila pembetulan tersebut mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka Wajib Pajak dikenai sanksi berupa bunga sebesar 2 persen per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar. Bunga tersebut dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
Masih menurut Pasal 8 UU KUP, apabila Wajib Pajak diperiksa tapi belum dilakukan tindakan penyidikan, Wajib Pajak dikenai denda sebesar 150 persen dari jumlah pajak yang kurang dibayar sesuai aturan yang berlaku.
Sanksi pidana merupakan upaya terakhir yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Pasal 39 UU KUP mengatur bahwa setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT, atau menyampaikan SPT tetapi keterangan dan isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara maka dikenakan sanksi pidana.
Sanksinya adalah pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun. Sedangkan dendanya paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Sementara, sebagaimana bunyi Pasal 13A UU KUP, apabila Wajib Pajak terbukti alpa atau tidak menyampaikan SPT, atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, bisa tidak dikenai sanksi pidana dengan beberapa syarat.
Pertama, kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak. Kedua, Wajib Pajak memenuhi kewajiban melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200 persen dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan SKP Kurang Bayar.
Comments