Realisasi Insentif Pajak per 14 Desember Rp 16,7 T
Pajak.com, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi insentif pajak sampai dengan 14 Desember 2022 mencapai Rp 16,7 triliun atau 85,76 persen dari pagu sebesar Rp 19,53 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan, insentif pajak merupakan instrumen fiskal untuk mendorong pemulihan dunia usaha dan aktivitas ekonomi masyarakat setelah terpuruk akibat pandemi COVID-19.
“Insentif pajak yang diberikan untuk menggambarkan bahwa pemerintah menggunakan instrumen pajak dan fiskal untuk memulihkan kegiatan masyarakat, yang berdampak lagi pada penerimaan pajak kita yang semakin tinggi dan baik,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) Edisi Desember 2023, yang diselenggarakan secara daring, dikutip Pajak.com (22/12).
Ia memerinci, insentif pajak yang telah diberikan pemerintah hingga 14 Desember 2022, diantaranya pertama, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 3 Tahun 2022, stimulus terdiri dari pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 impor, pengangsuran PPh Pasal 25 sebesar 50 persen, PPh final program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air lrigasi (P3-TGAI) ditanggung pemerintah (DTP). Ketiga insentif pajak ini mencatatkan realisasi sebesar Rp 14,6 triliun dengan penerima manfaat sebanyak 4.636 Wajib Pajak.
Kedua, restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat mencatatkan realisasi sebesar Rp 12,7 miliar atau 104 persen dari pagu Rp 12,6 miliar. Kedua, perubahan batasan Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang berlaku sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Berdasarkan UU HPP, tarif PPh orang pribadi sebesar 5 persen dikenakan atas PKP senilai Rp 0 hingga Rp 60 juta, berbeda dengan sebelumnya hingga Rp 50 juta. Pajak yang tidak terpungut berkat pelebaran bracket tarif PPh orang pribadi ini mencapai Rp 1,64 miliar.
Ketiga, insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) DTP atas pembelian mobil baru mencatatkan realisasi sebesar Rp 408,35 miliar atau 24,6 persen dari pagu insentif senilai Rp 1,66 triliun. Keempat, PPN DTP atas pembelian rumah, pemerintah mencatat insentif tercatat senilai Rp 526,28 miliar atau 30,6 persen dari pagu insentif sebesar Rp 1,72 triliun. Sebanyak 18.671 pembeli rumah yang memanfaatkan insentif ini.
“Untuk insentif pajak yang bersifat DTP, realisasinya berdasarkan faktur yang dilaporkan dalam Wajib Pajak pada SPT (Surat Pemberitahuan) PPN yang divalidasi dengan beberapa kriteria agar selaras dengan persyaratan,” jelas Sri Mulyani.
Kelima, insentif pajak untuk alat kesehatan dengan realisasi mencapai Rp 420,26 miliar atau 17,51 persen dari pagu sebesar Rp 2,4 triliun.
“Ini menggambarkan, kita masih fokus membantu (sektor) kesehatan untuk menghadapi pandemi COVID-19,” tambah Sri Mulyani.
Seperti diketahui, insentif pajak tidak hanya diberikan pemerintah pada tahun 2022 saja. Dalam Program Pemulihan Nasional (PEN), realisasi pemberian insentif pajak tahun 2020 sebesar Rp 56 triliun. Sementara, pada tahun 2021, realisasi insentif pajak mencapai Rp 68,32 triliun atau 112,6 persen dari pagu yang disediakan, yakni Rp 62,83 triliun.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengungkapkan, pemerintah masih godok kebijakan pemberian insentif pajak di tahun 2023. Sebab saat ini DJP dan Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu masih mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional di tengah ketidakpastian akibat kondisi geopolitik antara Ukraina dan Rusia serta Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dengan Taiwan
“Kita pastikan, di sini pajak tidak hanya menjalankan fungsi budgetair (menghimpun penerimaan), tetapi juga regulerend untuk mendukung kegiatan perekonomian masyarakat, dunia usaha supaya tetap berjalan. Kita akan melihat sektor-sektor mana saja yang akan perlu atau butuh diberikan insentif. Tapi, pemberian insentif pajak juga harus dilakukan secara hati-hati karena pemerintah ingin kebijakan tersebut dilaksanakan secara terarah dan terukur,” jelas Neil dalam acara Ngobrol Santai Bareng Media, di Kawasan Jakarta Selatan, (16/12).
Sementara itu, ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet berharap, pemerintah masih memberikan insentif pajak di tahun 2023. Sebab masih ada beberapa sektor atau subsektor lapangan usaha yang masih dalam proses pemulihan, bahkan relatif tertinggal dibandingkan dengan sektor lain. Seperti, sektor industri manufaktur, subsektor industri tekstil.
“Justru pemberian PPnBM mobil dan rumah opsional, meskipun insentif pajak ini berhasil membantu penjualan kendaraan maupun rumah di tahun ini dan tahun 2021, tapi tahun depan pemerintah juga melakukan konsolidasi fiskal. Maka, ada skala prioritas dari pemberian insentif pajak ini,” kata Yusuf kepada Pajak.com, (19/12).
Comments