in ,

Pertumbuhan Penerimaan Pajak Jadi Instrumen Kebijakan Fiskal 2024

Pertumbuhan Penerimaan Pajak Jadi Instrumen Kebijakan Fiskal 2024
FOTO: IST

Pertumbuhan Penerimaan Pajak Jadi Instrumen Kebijakan Fiskal 2024

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pertumbuhan penerimaan pajak jadi instrumen yang terus diperhatikan oleh pemerintah dalam menetapkan kebijakan fiskal pada tahun 2024. Kebijakan fiskal harus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

“Pertumbuhan pajak yang tinggi mampu mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan. Hal ini menjadi critical point bagi Indonesia karena harus menjaga momentum pertumbuhan yang menjadi basis pajak. Pertumbuhan dari penerimaan pajak kita tahun ini masih 7 persen, so its quite remarkable despite baseline-nya naiknya sangat tinggi. Ini akan menimbulkan tax ratio-nya membaik dan kemudian kita fokus belanja akan menjadi lebih baik, meskipun ini adalah tahun terakhir dari Presiden Jokowi (Joko Widodo),” ungkap Sri Mulyani saat Seminar Nasional Perekonomian Outlook Indonesia di DKI Jakarta, dikutip Pajak.com, (22/12).

Kendati demikian, penerimaan pajak pada tahun 2021 dan 2022 telah mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi lagi, yakni masing-masing 19,3 persen (2021) dan 34,3 persen (2022)—setelah sempat terkontraksi sebesar 19,6 persen yoy pada 2020 akibat pandemi.

Baca Juga  57 Wajib Pajak Terima Penghargaan dari Kanwil DJP Jaksus

“Per 12 Desember 2023, pertumbuhan penerimaan pajak tercatat sebesar 7,3 persen (year-on-year/yoy). Jadi, sebenarnya penerimaan pajak tahun ini terbilang melambat dibandingkan tahun sebelumnya, yang disebabkan oleh penurunan harga komoditas, penurunan nilai impor, dan tidak berulangnya kebijakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS),” ujar Sri Mulyani.

Namun, Pemerintah Indonesia memproyeksi, pertumbuhan nasional sepanjang tahun 2024 masih tergolong cukup impresif. Analisis ini karena baseline pertumbuhan yang sudah tinggi pada tahun sebelumnya.

“Kami optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2024 masih bisa terjaga di level 5 persen. Meskipun lembaga internasional yang memprediksikan bahwa tahun 203 menjadi tahun yang cukup gelap bagi ekonomi sejumlah negara besar akibat kenaikan suku bunga tidak sepenuhnya terjadi. Untuk AS (Amerika Serikat) nampaknya muncul suatu harapan karena resiliensi dari perekonomiannya hingga akhir tahun ini. Sehingga paling tidak perekonomian dunia terbesar bisa bertahan dengan kenaikan suku bunga yang luar biasa,” ungkap Sri Mulyani.

Baca Juga  Syarat dan Proses Pengajuan Banding Kepabeanan

Dengan demikian, ia mengingatkan agar Indonesia tetap waspada menghadapi berbagai dinamika yang terjadi di level global. Di sisi lain, Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menjaga permintaan domestik karena konsumsi kelompok menengah ke bawah sangat besar. Untuk itu, pemerintah terus berusaha untuk menjaga inflasi dan kenaikan harga pangan.

“Makanya, kalau Bapak Presiden Jokowi addressing isu pangan, itu menjadi sangat penting. Berbagai kebijakan kita kemarin, entah itu untuk pembelian rumah (pembebasan Pajak Pertambahan Nilai/PPN), pembelian mobil—ini semuanya ditujukan agar dari sisi supply side-nya itu properti dan konstruksi memiliki multiplier yang banyak. Dari sisi kelompok menengah yang kita melihat masih memiliki daya beli, mereka mulai dipacu untuk bisa tumbuh,” ungkap Sri Mulyani.

Baca Juga  DJP: Terima Kasih 1,04 Juta Wajib Pajak Badan yang Telah Lapor SPT

Ia menambahkan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan sustainable juga harus dipacu dengan produktivitas melalui perbaikan infrastruktur dan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

“APBN juga harus dijaga kesehatannya untuk menahan berbagai guncangan yang akan muncul di tahun depan,” pungkas Sri Mulyani.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *