in ,

Permen ESDM Soal Pajak Karbon Sedang Difinalkan

Permen ESDM Soal Pajak Karbon
FOTO : IST

Permen ESDM Soal Pajak Karbon Sedang Difinalkan

Pajak.com, Davos – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut sedang memfinalkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM soal Pajak Karbon dan Perdagangan Pembangkit Listrik. Arifin mengungkapkan, melalui regulasi ini pembangkit listrik tenaga batu bara harus menurunkan emisinya melalui mekanisme batas emisi dan pajak.

Peraturan Menteri terkait Pajak Karbon dan Perdagangan Pembangkit Listrik ini merupakan salah satu dari sejumlah kebijakan yang disiapkan pemerintah, untuk menciptakan lingkungan kebijakan bagi implementasi proses penurunan operasi pembangkit listrik batu bara.

“Kita akan lakukan secara bertahap dan dimulai segera,” ujar Arifin saat menjadi pembicara salah satu sesi diskusi panel World Economic Forum (WEF) di Gedung Congress Center, Davos, Swiss, dikutip Pajak.com pada Jumat (20/1).

Baca Juga  Realisasi PNBP Kontraksi 3,4 Persen jadi Rp 477,5 Triliun per Oktober 2024

Adapun peraturan lainnya yang tercantum dalam peta jalan transisi energi Indonesia yakni Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK), yang telah diberlakukan untuk mengatur Mekanisme Sistem Perdagangan Karbon, Insentif Ekonomi, dan Pajak Karbon.

Selanjutnya, Peraturan Presiden soal Percepatan Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Untuk Pasokan Listrik.

“Aturan ini telah diberlakukan untuk menyediakan iklim yang lebih baik dan kondusif bagi investasi energi terbarukan, sekaligus mengatur proses pensiun dini bagi pembangkit listrik tenaga batu bara,” tuturnya.

Selain itu, pemerintah juga tengah menyiapkan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan untuk mempercepat ekosistem EBT yang kondusif, adil, dan berkelanjutan; selaras dengan transisi energi menuju target Net Zero Emission (NZE) tahun 2060.

“Dalam tahun-tahun ke depan, kami berharap sejumlah 283 gigawatt (GW) energi terbarukan bakal dimanfaatkan untuk memasok kebutuhan listrik, sementara operasional pembangkit batu bara bakal mencapai puncaknya, untuk kemudian menurun secara bertahap dimulai pada 2040,” jelasnya.

Baca Juga  Menang 2-0 di Lapangan, Bagaimana Indonesia dan Arab Saudi Berhadapan dalam Kebijakan Pajak?

Di sisi lain, ia juga menyampaikan bahwa NZE hanya bisa dicapai melalui kemajuan teknologi, mendorong inovasi, dan perbaikan secara konstan. Lebih dari itu, lanjut Arifin, transisi energi juga butuh komitmen kuat.

Ia pun mencontohkan, teknologi canggih dibutuhkan untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan. “Misalnya, sistem teknologi penyimpanan, yang berkembang pesat di sektor pembangkit tenaga listrik dan transportasi,” imbuhnya.

Lebih lanjut Arifin menyampaikan, dalam peta jalan NZE Indonesia, lebih dari 56 Giga Watt (GW) Battery Energy Storage System (BESS) dan ratusan juta kendaraan listrik akan beroperasi tahun 2060.

“Ini membuka ruang yang sangat besar dan potensial untuk investasi. Dibutuhkan lebih dari USD40 miliar pendanaan untuk program ini,” ujar Arifin.

Baca Juga  Eksportir - Importir Perlu Ketahui! Syarat dan Prosedur Pencabutan Keberatan Kepabeanan 

Contoh lainnya adalah teknologi Solar Photovoltaics (PV) bisa meningkatkan efisiensi untuk memproduksi keluaran tenaga yang lebih besar.

“Kami merencanakan membangun 420 Giga Watt solar PV yang akan terpasang pada 2060 dengan kebutuhan investasi tak kurang dari USD160 miliar,” ucap Arifin.

Arifin mengakui, perjalanan Indonesia mencapai target NZE akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, mencapai lebih dari 1 triliun dollar AS hingga tahun 2060. Menurutnya, kebutuhan dana bakal makin besar saat pembangkit listrik tenaga batu bara dihentikan lebih cepat dan digantikan dengan listrik EBT.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *