in ,

Mengenal Surat Keterangan PPh Final UMKM

Surat Keterangan PPh Final UMKM
FOTO: IST

Mengenal Surat Keterangan PPh Final UMKM

Pajak.comJakarta – Salah satu fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) adalah tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5 persen dari peredaran bruto. Fasilitas ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 yang merupakan perubahan dari PP No. 23/2018 yang menetapkan tarif PPh Final sebesar 0,5 persen dari omzet.

Namun, untuk dapat menikmati fasilitas ini, Wajib Pajak UMKM harus memenuhi syarat dan ketentuan tertentu, salah satunya memiliki Surat Keterangan PPh Final. Dalam artikel ini, Pajak.com akan menyajikan lebih lanjut tentang apa itu Surat Keterangan PPh Final, bagaimana cara mengajukannya, dan apa saja manfaatnya bagi Wajib Pajak UMKM.

Apa itu Surat Keterangan PPh Final?

Surat keterangan PPh Final adalah surat yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang menerangkan bahwa Wajib Pajak dikenai PPh berdasarkan PP 55/2022. Surat ini wajib dimiliki oleh Wajib Pajak UMKM yang ingin mendapatkan fasilitas tarif PPh Final 0,5 persen dari peredaran bruto.

Meski PP 23/2018 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku setelah terbitnya PP 55/2022, Surat Keterangan PP 23 masih dapat digunakan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pun menegaskan bahwa selama Surat Keterangan PP 55 belum terbit, Wajib Pajak dapat menggunakan Surat Keterangan PP 23.

Tujuan dari fasilitas ini adalah untuk mendorong pertumbuhan dan partisipasi UMKM dalam perekonomian nasional. DJP pun kerap mengingatkan bahwa Wajib Pajak PP 23 yang bertransaksi dengan pemotong atau pemungut pajak harus mengajukan surat keterangan ini.

Kewajiban ini tercantum dalam PP No. 55/2022. Berdasarkan ketentuan pada Pasal 63 ayat (1), disebutkan bahwa Wajib Pajak yang dikenai PPh Final bertransaksi dengan pemotong atau pemungut pajak harus mengajukan permohonan surat keterangan kepada Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak). Selanjutnya, Dirjen Pajak akan menerbitkan surat keterangan bahwa Wajib Pajak bersangkutan dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP tersebut.

Baca Juga  Menunggu Status KEK, Pemkab Batang Siapkan Insentif PBB dan BPHTB
Bagaimana cara mengajukannya? 

Pengajuan surat keterangan PPh Final atau PP 23 dapat dilakukan secara mandiri pada laman djponline.pajak.go.id. Setelah itu, pilih menu “Layanan” dan klik “Info KSWP”. Pada bagian profil pemenuhan kewajiban, Wajib Pajak dapat memilih “Surat Keterangan PP 23”. Lalu, sistem DJP akan otomatis mengeluarkan penerbitan surat keterangan PP 23.

Cara lainnya, Wajib Pajak terlebih dahulu mengunduh formulir permohonan surat keterangan PP 23 di laman resmi DJP, dan kemudian mengisinya dengan lengkap. Jangan lupa sertakan fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan KTP/SIM/Paspor.

Selanjutnya, Wajib Pajak juga harus melampirkan fotokopi Surat Keterangan Terdaftar (SKT) atau Surat Keterangan Usaha (SKU) atau Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Tanda Daftar Perusahaan (TDP) atau dokumen lain yang menyatakan kegiatan usaha.

Jika sudah lengkap, Wajib Pajak dapat menyerahkan permohonan dan lampiran tersebut ke KPP terdaftar paling lambat tanggal 31 Maret tahun pajak berjalan. Selanjutnya, Wajib Pajak tinggal menunggu penerbitan surat keterangan PP 23 oleh KPP dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap.

Terpenting, sebelum mengajukan surat keterangan PPh Final, pastikan Wajib Pajak telah memenuhi hal-hal sebagai berikut:

1. Permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau jika permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus;
2. Telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh tahun pajak terakhir yang telah menjadi kewajibannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini tidak berlaku untuk Wajib Pajak yang baru terdaftar atau Wajib Pajak yang tidak memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak terakhir; dan
3. Memenuhi kriteria Subjek Pajak yang dikenakan Pajak UMKM.

Baca Juga  Kurs Pajak 9 – 15 Oktober 2024
Manfaat

Surat Keterangan PP 23 berlaku sejak tahun pajak permohonan diajukan sampai dengan tahun pajak berakhirnya peredaran bruto tertentu. Surat Keterangan PPh Final tidak hanya penting bagi Wajib Pajak UMKM yang menggunakannya, tetapi juga bagi lawan transaksi mereka.

Artinya, surat keterangan ini harus disampaikan kepada lawan transaksi sebagai dasar pemotongan atau penyetoran PPh Final. Jika Wajib Pajak UMKM tidak menyerahkan surat keterangan ini kepada lawan transaksi, maka lawan transaksi harus memotong atau menyetor PPh sesuai dengan ketentuan umum.

Hal ini berarti bahwa Wajib Pajak UMKM tidak dapat menikmati tarif PPh Final 0,5 persen dan harus membayar PPh lebih besar. Oleh karena itu, surat keterangan ini sangat bermanfaat untuk menghemat biaya pajak dan meningkatkan kepatuhan perpajakan bagi Wajib Pajak UMKM.

Baca Juga  Soal Ekspor Pasir Laut, Pengamat: Kebijakan yang Menyengsarakan Rakyat

Untung-rugi

Dengan menggunakan tarif PPh Final 0,5 persen, Wajib Pajak UMKM dapat menikmati beberapa keuntungan, antara lain:

– Memperoleh kemudahan dalam menghitung dan membayar PPh karena hanya berdasarkan peredaran bruto tanpa memerhatikan biaya usaha.

– Tidak perlu menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan atau Pribadi karena sudah termasuk dalam SPT Masa PPh Final.

– Tidak perlu menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21, 23, 26, 4 ayat (2), dan/atau PPh Final lainnya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha yang dikenai PPh Final PP 23.

– Tidak perlu menyampaikan SPT Masa PPN dan SPT Tahunan PPN karena sudah dikecualikan dari kewajiban PKP.

– Tidak perlu menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan sesuai dengan ketentuan perpajakan.

Namun, tarif PPh Final 0,5 persen juga memiliki beberapa kerugian, antara lain:

– Tidak dapat mengkreditkan PPh yang dipotong atau dibayar di luar negeri karena tidak ada ketentuan pengurangan pajak.

– Tidak dapat mengajukan permohonan restitusi atau kompensasi kelebihan pembayaran pajak, karena tidak ada ketentuan pengembalian pajak.

– Tidak dapat memperoleh fasilitas perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B), karena tidak termasuk dalam subjek pajak yang berhak atas fasilitas tersebut.

– Tidak dapat memperoleh fasilitas pembebasan atau pengurangan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan lain, karena sudah mendapatkan fasilitas tarif rendah.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *