Menu
in ,

Maudy: Indonesia Dorong G20 Atasi Penghindaran Pajak

Maudy Ayunda di G20

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Juru Bicara Pemerintah untuk G20 Maudy Ayunda menyatakan, Indonesia mendorong Presidensi G20 untuk meningkatkan transparansi pajak secara global untuk mengatasi penghindaran pajak. Setidaknya, ada dua aksi Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang kerap terjadi lintas negara itu.

“Pajak menjadi salah satu motor pembangunan terutama saat pemulihan dari Covid-19. Oleh sebab itu, Indonesia meminta negara-negara lain mau menerapkan standar perpajakan yang sama. Karena penting untuk mengatasi penggelapan dan penghindaran pajak, transfer pricing, dan mendorong kebijakan pajak yang kondusif,” kata Maudy dalam konferensi pers di Jakarta dan juga disiarkan secara virtual, (21/7).

Dua aksi itu, pertama, dalam kapasitasnya sebagai presidensi G20, Indonesia juga telah merintis Asia Initiative bertajuk Sustaining the Recovery through Enhanced Tax Transparency atau aksi untuk mendorong transparansi perpajakan di negara-negara Asia. Seperti diketahui, Asia Initiative adalah inisiatif yang diluncurkan November 2021 silam, lalu pembahasannya diteruskan pada 16 Februari 2022 dan disepakati 11 negara. Hingga akhirnya, Asia Initiative diikuti oleh otoritas pajak di 13 negara serta didukung beberapa lembaga, seperti Bank Dunia (World Bank) dan Bank Pembangunan Asia/Asian Development Bank (ADB), serta Study Group on Asian Tax Administration and Research.

“Sayangnya, tidak semua negara di Asia ikut dalam inisiatif ini. Baru 11 yang berkomitmen dengan menandatangani Deklarasi Bali pada 14 Juli 2022 lalu. Indonesia menjadi salah satu negara yang mendapatkan manfaat dari transparansi pajak. Salah satunya, adanya potensi Pajak Penghasilan inbound senilai Rp 683 triliun dari dividen, bunga, hingga penjualan,” ungkap Maudy.

Kedua, kepada anggota G20, Indonesia menekankan bahwa penerimaan pajak juga penting sebagai instrumen menggenjot iklim usaha dan investasi. Oleh sebab itu, Indonesia saat ini juga tengah menjajaki kemungkinan menjadi anggota penuh Financial Action Task Force (FATF) untuk melawan penggelapan dan mendorong transparansi pajak.

“Penerimaan pajak optimal juga akan membantu pemerintah mendorong mobilisasi sumber daya domestik serta membangun pemulihan berkelanjutan dan keluar dari implikasi bencana pandemi COVID-19,” kata Maudy.

Ia menilai, Indonesia akan diuntungkan dengan adanya transparansi pajak, yakni mempersempit ruang gerak aktivitas penghindaran pajak antarnegara yang mendorong terciptanya kepatuhan Wajib Pajak, serta penerimaan pajak secara optimal sebagai sumber pembiayaan pembangunan.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, Indonesia mendorong anggota G20 untuk terus berkomitmen mengimplementasikan kesepakatan mengenai dua pilar paket pajak internasional yang diinisiasi oleh G20/Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

“Pada Pilar I, kemajuan signifikan telah dicapai dalam mengelaborasi aturan teknis yang komprehensif dari perpajakan baru yang matang untuk yurisdiksi pasar. Pada Pilar 2, kemajuan terjadi termasuk finalisasi komentar terhadap aturan modern untuk membantu negara-negara membawa pajak minimum global ke dalam undang-undang domestik,” ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers The 3rd Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) G20 di Nusa Dua, Bali (16/7).

Ia mengatakan, para anggota G20 mendukung pekerjaan yang tengah berjalan terkait Pilar I dan menerima penyelesaian Pilar 2 Global Anti-Base Erosion (GloBE) Model Rules. Hal ini akan membuka jalan untuk implementasi yang konsisten pada tingkat global sebagai pendekatan umum dan menantikan penyelesaian kerangka implementasi GloBe.

Para anggota juga mendorong OECD/G20 Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) untuk merampungkan Pilar I, termasuk menandatangani konvensi multilateral pada paruh pertama di 2023. Selain itu, Indonesia mendorong kerangka inklusif untuk menyelesaikan negosiasi yang akan mengizinkan pengembangan instrumen multilateral untuk implementasi subject to tax rules (STTR) di bawah Pilar 2.

“Para anggota G20 menggarisbawahi urgensi bantuan teknis dan peningkatan kapasitas melaksanakan kesepakatan dua pilar tersebut,” ujar Sri Mulyani.

Secara simultan, para anggota G20 juga menekankan kembali tujuan untuk memperkuat agenda pajak dan pembangunan sesuai pembahasan dalam G20 Ministerial Symposium on Tax and Development, sekaligus merumuskan peta jalan G20/OECD baru untuk negara berkembang dan pajak internasional.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version