in ,

Ketentuan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
FOTO: IST

Ketentuan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berwenang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2022, dirjen pajak dapat menerbitkan SKPKB dalam jangka waktu 5 tahun setelah masa pajak terutangnya atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak. Apa dan bagaimana ketentuannya? secara lebih komprehensif, Pajak.com akan mengulasnya berdasarkan regulasi yang berlaku.

Apa itu SKPKB?

Berdasarkan dengan UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), SKPKB merupakan salah satu sarana administrasi yang digunakan oleh DJP untuk dapat melakukan penagihan pajak kepada Wajib Pajak. SKPKB meliputi besaran jumlah pokok pajak, kredit pajak, kekurangan pembayaran terhadap pokok pajak, besaran sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayarkan oleh Wajib Pajak.

Baca Juga  Rizal Khoirudin, Menjunjung Integritas dan Membentuk Kepatuhan Wajib Pajak

Apa fungsi SKPKB? 

  • Dapat mengoreksi atas jumlah pajak yang terutang berdasarkan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan.
  • Sebagai sarana administrasi yang dapat mengenakan sanksi kepada Wajib Pajak.
  • Sebagai alat yang digunakan untuk menagih pajak.

Bagaimana ketentuan penerbitan SKPKB dalam PP Nomor 50 Tahun 2022?

Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2022, dirjen pajak dapat menerbitkan SKPKB dalam jangka waktu 5 tahun setelah masa pajak terutangnya atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak. Namun, SKPKB dapat diterbitkan oleh dirjen pajak setelah dilakukannya pemeriksaan dan atas beberapa kondisi yang terjadi, yaitu:

  • Pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.
  • Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0 (nol) persen.
  • SPT tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Ayat (3) UU KUP dan setelah ditegur secara tertulis tak disampaikan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Ayat (5a) UU KUP.
  • Kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 28 atau Pasal 29 UU KUP tidak dipenuh, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
  • Wajib Pajak sebagaimana Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan. Hal ini sesuai Pasal 2 Ayat (4a) UU KUP.
  • PKP tidak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP dan telah diberikan pengembalian pajak masukan atau telah mengkreditkan pajak masukan, seperti diatur dalam Pasal 9 Ayat (6e) UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Baca Juga  Kanwil DJP Jaktim Kenalkan Proses Bisnis “Core Tax” ke IKPI

Berikut contohnya: 

Tuan Sultan menyampaikan SPT tahunan Pajak Penghasilan (PPh) untuk tahun pajak 2022, yakni pada pada 28 Februari 2023 dengan status kurang bayar. Berdasarkan status tersebut, dirjen pajak menemukan data atau informasi yang menunjukkan terdapat kekurangan pembayaran pajak.

Merujuk dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 50 Tahun 2022, dirjen pajak dapat menerbitkan SKP kurang bayar paling lambat tanggal 31 Desember 2027 (penghitungan 5 tahun dimulai sejak tanggal 1 Januari 2023).

Ditulis oleh

Baca Juga  Menjernihkan Polemik Pajak THR

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *