in ,

Ketentuan PPN atas Penyerahan Konsinyasi

Ketentuan PPN atas Penyerahan Konsinyasi
FOTO : IST

Ketentuan PPN atas Penyerahan Konsinyasi

Pajak.comJakarta – Dalam suatu perjanjian transaksi jual-beli terdapat sistem yang disebut konsinyasi alias jual titip. Artinya, pemilik barang (consignor) menitipkan produk dagangan kepada agen atau orang lain (consignee) untuk dijualkan dengan sistem pembayaran kemudian. Meski sistem jual titip ini terlihat sederhana, terdapat ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan konsinyasi yang perlu diketahui Wajib Pajak.

Mulanya, ketentuan PPN atas penyerahan konsinyasi diatur dalam Pasal 1A ayat (1) huruf g Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (UU 42/2009). Dalam aturan itu, consignor memiliki kewajiban untuk memungut PPN atas seluruh transaksi penyerahan barang kena pajak (BKP) yang dilakukan secara konsinyasi.

Sehingga, PPN wajib dipungut oleh consignor saat menyerahkan BKP kepada consignee sebagai pedagang perantara, meski produk tersebut belum terjual kepada konsumen akhir.

“Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dibayar pada waktu Barang Kena Pajak yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak yang dititipkan tersebut,” bunyi penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf g UU 42/2009.

Baca Juga  Indodax Setor Pajak Aset Kripto Rp 200 M

Sebaliknya, jika BKP titipan tersebut tidak laku dijual dan diputuskan untuk dikembalikan kepada pemiliknya (consignor), maka pengusaha yang menerima titipan (consignee) dapat menggunakan ketentuan mengenai pengembalian BKP atau retur. Adapun retur dapat dikurangkan dari PPN yang terutang dalam masa pajak terjadinya pengembalian BKP tersebut.

Namun, ketentuan ini telah diubah sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Pada undang-undang tersebut, isi muatan materi Pasal 1A ayat (1) huruf g UU 42/2009 dihapus.

Selanjutnya, penghapusan Pasal 1A ayat (1) huruf g UU 42/2009 dalam UU Cipta Kerja masih dipertahankan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, perlu diingat bahwa penghapusan klausul ini bukan semata-mata menghilangkan kewajiban PPN atas penyerahan konsinyasi.

Baca Juga  4 Sektor Dominan Penyumbang Penerimaan Pajak Kanwil DJP Jakut Sebesar Rp 8,35 T

Pasalnya, poin klausul hanya mengubah saat terutangnya PPN dalam metode konsinyasi. Hal ini secara lebih lanjut diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan Terhadap Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PP 44/2022).

Pada Pasal 23 ayat (3) dan Pasal 24 PP 44/2022, disebutkan bahwa terdapat empat opsi yang menentukan saat terutangnya BKP dan waktu penerbitan faktur pajak. Pertama, saat consignee menyerahkan BKP milik consignor secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga.

Kedua, saat BKP milik consignor diserahkan secara langsung kepada penerima barang untuk pemberian cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya, dan/atau antarcabang.

Ketiga, saat BKP milik consignor diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan. Keempat, saat harga atas penyerahan BKP milik consignor diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau saat faktur pajak penjualan diterbitkan oleh consignor, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.

Baca Juga  Kanwil DJP Jaktim Kenalkan Proses Bisnis “Core Tax” ke IKPI

Dengan demikian, saat terutang PPN dalam mekanisme konsinyasi ialah ketika BKP milik consignor diserahkan kepada konsumen akhir. Selain itu, penyerahan BKP dari consignor kepada consignee sudah tidak lagi menjadi saat terutang PPN.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *