in ,

Jangan Panik, Ini Alasan DJP Kirim SP2DK

Alasan DJP Kirim SP2DK
FOTO: IST

Jangan Panik, Ini Alasan DJP Kirim SP2DK

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berwenang menguji isi Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) yang telah dilaporkan Wajib Pajak dan mengirimkan Surat Permintaan Penjelasan atas data dan/atau Keterangan (SP2DK). Namun, DJP mengimbau agar Wajib Pajak tidak perlu panik ketika menerima surat itu. Sejatinya, apa alasan DJP mengirimkan SP2DK? Pajak.com akan mengulasnya berdasarkan regulasi maupun penjelasan langsung dari DJP.

Apa alasan DJP mengirimkan SP2DK?

Pertama, melayangkan SP2DK merupakan konsekuensi logis dari sistem self-assessment yang berlaku di Indonesia sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Sesuai namanya, sistem self-assessment telah memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Di lain sisi, kebenaran dari pajak yang dihitung, dibayar, dan dilaporkan oleh Wajib Pajak, DJP berwenang untuk menguji kembali.

Berdasarkan UU KUP, DJP berhak memeriksa kepatuhan material SPT tahunan selama jangka waktu 5 tahun. Artinya, bila SPT tahunan selama 5 tahun ke belakang tidak dilaporkan dengan benar, maka terdapat risiko bagi Wajib Pajak untuk dikirimkan SP2DK maupun diperiksa.

Baca Juga  PMK 69/2024 Terbit! Perusahaan dengan Kriteria Ini Bisa Ajukan “Tax Holiday” hingga 31 Desember 2025

Untuk itu, perlu dipahami, Wajib Pajak harus mengisi SPT tahunan dengan benar, lengkap, dan jelas, sebagai mana termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/ 2014 tentang Surat Pemberitahuan.

Kedua, SP2DK dikirimkan dalam rangka menguji kepatuhan material Wajib Pajak. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2Humas) DJP Dwi Astuti menjelaskan, SPT tahunan menjadi indikator kepatuhan formal Wajib Pajak. Maka, selanjutnya, DJP perlu menguji kepatuhan material atau kesesuaian SPT tahunan tersebut.

Namun, sebelum mengirimkan SP2DK, DJP terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap pelaporan SPT tahunan. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-02/PJ/2019 tentang tentang Tata Cara Penyampaian, Penerimaan, dan Pengolahan Surat Pemberitahuan.

“Berdasarkan penelitian tersebut, DJP dapat menerbitkan SPK (Surat Permintaan Kelengkapan) SPT tahunan. DJP juga berwenang melakukan imbauan pembetulan SPT tahunan apabila tidak diisi lengkap atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan atau dokumen yang dipersyaratkan. Jadi, SP2DK sendiri didahului oleh kegiatan PKM (Penelitian Kepatuhan Material) yang bersifat komprehensif dan mempertimbangkan berbagai faktor, sehingga penerbitan SP2DK tidak serta merta dilakukan setelah SPT tahunan diterima oleh DJP,” jelas Dwi kepada Pajak.com, dikutip (18/5).

Baca Juga  Perkuat Kolaborasi, Kanwil DJP Jakarta Pusat Gelar Edukasi “Core Tax” untuk Konsultan Pajak

Ia memastikan, DJP melalui unit vertikal (Kantor Wilayah DJP maupun Kantor Pelayanan Pajak/KPP), tidak asal dalam melakukan penelitian SPT tahunan dan mengirimkan SP2DK. SPT tahunan sudah disandingkan dengan informasi dari instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP).

Perlu diketahui, merujuk Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, DJP menerima data secara otomatis terkait rekening keuangan orang pribadi dengan saldo minimal Rp 1 miliar. Sementara untuk rekening perusahaan tidak terdapat batasan saldo.

Selain itu, DJP juga memiliki data dari luar negeri melalui skema pertukaran informasi secara otomatis atau automatic exchange of information (AEoI). Informasi Wajib Pajak yang bisa dipertukarkan dalam skema AEoI, meliputi berbagai jenis penghasilan, seperti dividen, bunga, royalti, gaji, dan pensiun. Informasi yang dipertukarkan otomatis biasanya dihimpun di negara asal secara rutin melalui pelaporan transaksi dari lembaga keuangan, pemberi kerja, dan lainnya.

Pada kesempatan berbeda, account representative (AR) KPP Pratama Surabaya Sukomanunggal Sayidatur Rosyidah menyimpulkan, SP2DK dikirimkan untuk mengonfirmasi data/informasi yang didapatkan DJP.

Baca Juga  IKAPRAMA dan RDN Consulting Gelar Simulasi “Core Tax”: Menghadapi Administrasi Pajak Tahun 2025 

“Ada kalanya kami dapat saldo tabungan sekian, tapi pas dicek di daftar harta nilainya enggak sama, bisa kurang atau lebih, atau bahkan enggak ada, karena hal ini juga kami minta klarifikasi melalui SP2DK,” jelas Sayidatur.

Bila menerima SP2DK apa yang harus dilakukan Wajib Pajak?

  • Wajib Pajak tidak perlu panik. Baca dan pahami dengan saksama maksud dan tujuan DJP yang tertuang dalam SP2DK.
  • Pastikan kebenaran/kesalahan data-data yang disampaikan DJP dalam SP2DK, kumpulkan bukti-bukti yang terkait dengan hal-hal yang ingin dikonfirmasi sesuai dengan keadaan sebenarnya, sertakan bukti dan dokumen pendukung.
  • Siapkan tanggapan tertulis dan/atau hubungi nomor kontak yang tertera pada SP2DK.

Apa risiko bila tidak menanggapi SP2DK?

Apabila Wajib Pajak tidak menanggapi SP2DK, KPP akan melakukan kunjungan (visit) ke tempat Wajib Pajak yang nantinya tertuang dalam Laporan Hasil Kunjungan (LHK). Selain itu, KPP juga akan melakukan kegiatan pengamatan dan/atau operasi intelijen dan/atau mengusulkan Wajib Pajak untuk diperiksa atau dilakukan pemeriksaan bukti permulaan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *