Integrasi NIK – NPWP Diproyeksi Belum Optimalkan Penerimaan Pajak
Pajak.com, Depok – Guru Besar Kebijakan Publik Perpajakan Universitas Indonesia (UI) Haula Rosdiana berpandangan, integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) lemah dalam metodologi dan riset kebijakan. Oleh sebab itu, program ini diproyeksi belum mampu mengoptimalkan penerimaan pajak. Menurut Haula, Single Identity Number (SIN) merupakan transformasi kebijakan perpajakan yang bisa menjamin kemandirian fiskal.
“Kebijakan perpajakan yang sebenarnya adalah lebih luas dari sekadar mengganti NPWP menjadi NIK atau menggunakan NIK sebagai NPWP. Undang-undang mengamanatkan untuk mewujudkan SIN yang bertujuan untuk membangun sistem perpajakan yang lebih baik, menjamin kemandirian fiskal. Bukan hanya agar negara ini eksis, tapi juga bisa tumbuh berkembang dan jauh lebih hebat,” ungkap Haula dalam webinar bertajuk Menuju Single Identification Number: Penggunaan NIK sebagai NPWP Cukupkah?, yang digelar di Auditorium Fakultas Ilmu Administrasi (FIA), Universitas Indonesia (UI), Depok, dikutip Pajak.com (5/6).
Ia menilai, SIN bisa menjadi instrumen administrasi untuk menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat, sehingga pajak bisa mendorong mobilitas vertikal. Sebab sejatinya, isu kebijakan pajak bukan dalam aspek yang teknis, melainkan hal yang lebih substantif, yakni bagaimana pajak menjadi darah negara yang membuat negara bisa hidup, sehat, makmur, adil, dan merata.
“Ruh dari SIN ini bagaimana membuat transformasi sosial, sehingga masyarakat golongan bawah naik ke tengah, lalu golongan menengah naik ke atas. SIN adalah langkah untuk membangun arsitektur administrasi perpajakan. Administrasi perpajakan ini kunci keberhasilan perpajakan. Sebagai contoh, India sedang membangun SIN dengan jargon one nation one number. Dengan begitu, pajak adalah sumber penerimaan paling murah, paling aman, dan paling berkesinambungan. Kebijakan perpajakan yang baik jika tidak didukung dengan administrasi perpajakan yang baik akan menyebabkan masalah,” ungkap Haula.
Hal senada juga diungkapkan Dirjen Pajak periode 2001-2006 sekaligus inisiator konsep SIN Hadi Poenomo. Ia pun menilai, integrasi NIK dan NPWP yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), belum dapat mengoptimalkan penerimaan pajak.
Menurut Hadi, terdapat jurang pemisah antara NIK dan NPWP. Dasar hukum NIK adalah Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. NIK ini digunakan untuk kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen, data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain. Sementara, NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
“NIK dan NPWP sama-sama sebuah identitas yang mengandung arti tertentu. Namun, jika NIK berisi data nonfinansial. NPWP adalah identitas, baik penduduk maupun bukan penduduk, perseorangan maupun badan, dan berisi data finansial maupun data nonfinansial. Sebagian besar, data di NPWP bersifat rahasia karena terhubung ke dalam sebuah SPT (Surat Pemberitahuan) tahunan. Maka, dari arti tersebut terdapat jurang perbedaan yang cukup besar antara keduanya. Di mana potensi permasalahannya? dalam Pasal 34 UU KUP ditegaskan, SPT tahunan dilarang untuk disebarluaskan, baik oleh pejabat yang berwenang maupun oleh tenaga ahli,” ungkap Hadi.
Dengan demikian, ia menilai, SIN merupakan jawaban untuk mendorong rekonsiliasi nasional di bidang ekonomi dan tanpa ada jurang pemisah. Dengan SIN, semua terintegrasi oleh Bank Data Perpajakan dengan metode link and match.
“Dalam transaksi ekonomi, uang atau harta, baik dari sumber yang legal maupun ilegal selalu digunakan dalam tiga sektor, yaitu konsumsi, investasi, dan tabungan. Dalam konsep Bank Data Perpajakan, tiga sektor tersebut wajib memberikan data dan terhubung secara sistem dengan sistem perpajakan. Artinya, SIN bisa membangun iklim usaha yang business friendly, terutama untuk mencapai penerimaan pajak sesuai target APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) tanpa melakukan pemeriksaan. Tanpa SIN kita akan digilas roda zaman,” ujar Hadi.
Comments