in ,

Penerimaan Pajak Februari 2022 Rp 199,4 T

Di sisi lain, pemerintah akan terus mengoptimalkan potensi penerimaan pajak dari kenaikan harga komoditas.

“Penerimaan tahun 2022 dan selanjutnya juga akan didukung implementasi UU HPP (Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan) yang mendorong peningkatan kepatuhan dan keadilan serta perluasan basis penerimaan pajak,” tambah Sri Mulyani.

Dengan pencapaian penerimaan pajak ini, APBN Februari 2022 mencatatkan surplus sebesar 0,11 persen atau sebesar Rp 19,7 triliun. Selain itu, surplus juga disumbang oleh kinerja bea dan cukai senilai Rp 56,7 triliun atau tumbuh 59,3 persen dibandingkan tahun lalu sebesar Rp 35,6 triliun. Kemudian, ada pula kontribusi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 46,2 triliun. Tahun lalu dalam periode yang sama, PNBP tercatat Rp 37,7 triliun—terjadi kenaikan 22,5 persen.

Baca Juga  Pemkot Bengkulu Bentuk Tim Gerebek Pajak

“Total keseimbangan kita maksudnya adalah surplus Rp 19,7 triliun dibandingkan tahun lalu yang defisit Rp 63,3 triliun. Ini juga pembalikan yang luar biasa. Dari sisi pendapatan negara, terjadi pertumbuhan 37,7 persen pada Februari 2022 dibandingkan periode yang sama 2021. Jadi pendapatan negara menggambarkan pemulihan ekonomi yang menggeliat cukup kuat dan tadi across beberapa sektor, jenis pajak dan penerimaan. Kemudian harga komoditas dunia yang melonjak yang memberikan kontribusi. Dua hal ini menjadi faktor utama dari sisi kontribusi pendapatan,” jelas Sri Mulyani.

Kendati demikian, ia menilai, kinerja dari sisi belanja terlihat masih belum optimal. Total belanja baru mencapai Rp 282,7 triliun, dibandingkan tahun lalu sebesar Rp 282,9 triliun—terjadi penurunan sebesar 0,1 persen.

Baca Juga  Data Pendukung yang Diperlukan saat Ajukan Keberatan Penetapan Tarif Kepabeanan

Sri Mulyani memerinci, belanja itu meliputi pertama, belanja pemerintah pusat tercatat Rp 172,2 triliun, lebih rendah dari tahun lalu Rp 109,7 atau terkontraksi 4,2 persen. Kedua, belanja kementerian/lembaga (K/L) mengalami penurunan hingga 19 persen. Penurunan ini disebabkan belanja untuk kementerian kesehatan sebesar Rp 78,6 triliun, dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp 97 triliun. Ketiga, belanja non-K/L yang didominasi untuk subsidi barang, baik Liquefied Petroleum Gas (LPG) dan listrik sebesar Rp 93,6 triliun atau tumbuh 13,2 triliun dibandingkan tahun Rp 82,7 triliun. Keempat, Transfer Ke Daerah dan Dana desa (TKDD) Rp 110,5 triliun atau 7,1 persen lebih tinggi dari tahun lalu.

Baca Juga  Kiat Efektif Dorong kemajuan Karier

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *