in ,

Hilirisasi Dongkrak Penerimaan Pajak Ekspor Jadi Rp 300 T

Hilirisasi Dongkrak Penerimaan Pajak
FOTO: IST

Hilirisasi Dongkrak Penerimaan Pajak Ekspor Jadi Rp 300 T

Pajak.com, Bogor – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan, hilirisasi berhasil dongkrak penerimaan pajak ekspor menjadi Rp 300 triliun di 2021 dari sebelumnya Rp 15 triliun pada 2014. Kebijakan hilirisasi adalah suatu strategi untuk meningkatkan nilai tambah komoditas yang kita miliki.

Dengan adanya hilirisasi, komoditas yang diekspor bukan lagi berupa bahan baku atau mentah, melainkan barang setengah jadi atau barang jadi.

“Saya berikan contoh, nikel. Kita ekspor bertahun-tahun nilainya saya ingat 2014 kira-kira Rp Rp 15 triliun per tahun, itu ekspor bahan mentah. Begitu kita setop, 2017 setop nikel, ekspor di 2021 mencapai Rp 300 triliun lebih. Itu baru satu komoditi. Jadi pajaknya dapat lipat berapa? Lipat 20 kali. Dampak hilirisasi lagi, membuka banyak lapangan kerja di Indonesia, bukan di Uni Eropa. Inilah yang lama kita tidak pikirkan dan kita tidak berani menyetop,” ungkap Jokowi dalam Pembukaan Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD) Tahun 2022, di Sentul International Conference Center, Kabupaten Bogor, (5/8).

Baca Juga  BRI Setor Dividen dan Pajak Rp 149,2 T

Kendati demikian, ia mengaku kebijakan hilirisasi itu menemui beragam tantangan, salah satunya Indonesia digugat di World Trade Organization (WTO) oleh Uni Eropa karena dianggap telah melanggar ketentuan global, yakni menghentikan ekspor bahan mentah nikel.

“Tapi Saya sampaikan kepada mereka, ‘silakan digugat, akan saya hadapi. Indonesia akan hadapi’. Sampai sekarang, gugatan itu belum selesai karena kita juga mengajukan alasan-alasan yang juga masuk akal. Barang-barang kita sendiri, nikel-nikel kita sendiri, kenapa Uni Eropa ramai dan menggugat? Karena industri baja mereka menjadi tidak ada yang memasok bahan bakunya, industrinya beralih ke Indonesia,” ujar Jokowi.

Ia menegaskan, sudah waktunya Indonesia berani melakukan hilirisasi dan industrialisasi. Sebab sejak zaman Veerenigde Oostindische Compagnie (VOC), Indonesia selalu mengekspor bahan mentah yang akhirnya merugikan bangsa.

“Bahan mentah memang itu paling enak, batu bara keruk langsung kirim. Nikel keruk, kirim bahan mentah, tembaga keruk. PT Freeport kirim bahan mentah, bertahun-tahun kita menikmati itu dan lupa menyiapkan fondasi industrialisasinya. Kadang-kadang kita kirim bukan hanya tembaga saja, bahan mentah kita kirim di dalamnya juga ada emasnya, mana kita tahu. Nanti kalau sudah smelternya jadi, baru kita tahu. 40 tahun lebih mungkin kita dibohongi. Emasnya mungkin lebih banyak dari tembaganya,” kata Jokowi.

Baca Juga  Membedah Pemicu Mandeknya Desentralisasi Perpajakan

Maka, setelah nikel, Indonesia berencana menyetop ekspor timah atau bauksit. Sementara pengembangannya akan dikerjakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta. Bila belum siap dari sisi teknologi, Jokowi mendorong untuk menjalin sinergi dengan pihak asing. Indonesia membuka diri menjalin kerja sama saling menguntungkan.

“Partner asing untuk transfer teknologi enggak apa-apa, kenapa kita alergi? Tapi pabrik, industrinya ada di dalam negeri. Dulu, Freeport bertahun-tahun saya perintah untuk membuat smelter saja untuk industrialisasi, enggak pernah didengarin. Tapi begitu Freeport 51 persen menjadi miliknya BUMN di tahun lalu, smelter langsung saya perintah langsung dibangun. Karena sudah milik kita sendiri, mayoritas milik kita, langsung di bangun di Gresik,” jelas Jokowi.

Ia optimistis, hilirisasi dan dengan pengembangan teknologi yang masif akan membawa ekonomi Indonesia berada di urutan ke-7 dunia di tahun 2030. Bappenas memproyeksi, ekonomi Indonesia berada pada posisi ke-4 dunia di 2045.

Baca Juga  Logika Baru Ekstensifikasi Perpajakan di Indonesia

“Itu kalau kita konsisten dan berani terus melakukan yang berkaitan dengan hilirisasi tadi. Kalau pertumbuhan ekonomi kita baik, GDP (Gross Domestic Product) kita baik, nanti di 2030 perkiraan kita sudah tiga kali yang sekarang. Dari yang sekarang 1,2 triliun dollar AS hingga 1,3 triliun dollar AS, menjadi di atas 3 triliun dollar AS. Akhirnya apa? APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) kita menjadi menggembung lebih besar,” kata Jokowi.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *