Menu
in ,

Finance Track G20 Akan Bahas Penerapan Pajak Global

Pajak.com, Jakarta – Finance Track dalam Forum Presidensi G20 akan membahas tentang penerapan perpajakan global. Pembahasan ini berpotensi menjadi kunci peningkatan penerimaan negara. Finance Track G20 dijadwalkan dilaksanakan pada 15—18 Februari 2022.

“Pendapatan negara akan terselamatkan dengan adanya kebijakan (pajak global). Bagaimana kita pastikan basis pajak kita enggak keerosi (berkurang). Misalnya, tentang perusahaan multinasional yang kerap mendirikan basis inti di negara lain yang menerapkan pajak rendah, tax heaven country, yang akhirnya basis pajak negara kita bisa berkurang, apalagi tren terakhir ini beralihnya aktivitas ekonomi dari fisik ke digital,” ungkap Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu dalam Konferensi Pers Sosialisasi Presidensi G20, (3/2).

Ia mengungkapkan, pembahasan ini juga telah dimulai pada perhelatan G20 di Italia. Disana telah ditentukan dua pilar terkait perpajakan internasional. Pilar Pertama, negara akan memungut pajak tak hanya berdasarkan physical present atau berdirinya kantor fisik di satu negara. Namun, juga menyangkut aktivitas ekonomi di negara terkait.

“Misalnya Google, kita ingin tarik pajaknya karena aktivitas ekonominya banyak di Indonesia, kita tarik pajak sesuai itu. Pemajakan tak berdasarkan punya perusahaan gedung disini, tapi aktivitas ekonominya signifikan itu dipajaki, ini sudah jadi bahasan sejak 2008,” kata Febrio.

Pilar Kedua, yakni pematokan minimum pajak yang diambil. Hal ini menyangkut juga multinational enterprise. Artinya, dimanapun kantor pusat perusahaan itu berada, pajak yang harus dibayarkan adalah 15 persen.

“Ini membuat persaingan tarif pajak tak terjadi lagi, untuk menarik investasi. Sekarang dibatasi, batasnya 15 persen. ini berdampak ke basis pajak sehingga bisa terlindungi,” jelas Febrio.

Financial Track Presidensi G20 juga menjadi momentum untuk mempercepat target Indonesia menjadi negara maju. Sebab melalui forum ini Indonesia terdapat pembahasan mengenai arsitektur kesehatan, transformasi ekonomi digital, dan transisi energi. Tiga pembahasan itu senada dengan agenda prioritas nasional yang ditetapkan Presiden Joko Widodo.

“Kita punya panggilan konstitusi untuk kepentingan negara konstitusi dan kepentingan semua negara berkembang. Karena dalam konteks perdamaian dunia ini harus ada keseimbangan dan keadilan. Di sektor arsitektur kesehatan, ini berkaitan dengan persiapan dunia dalam menghadapi pandemi. Disini juga Indonesia mengambil peran untuk membangun satu forum persiapan menghadapi pandemi di kancah global. Dalam konteks pandemi, WHO eggak punya pengalaman. Nah, disini kita ingin bangun global prepareness for pandemic secara global. WHO punya sistem, logika kesehatan yang dibangun tapi apa yang kurang? Pendanaanya kurang, paling jelas adalah distribusi dan produksi vaksin,” ungkap Febrio.

Menurutnya, Indonesia melihat belum ada pemerataan akses vaksin dan keterbatasan penanganan di negara berkembang lainnya.

“Misalnya Afrika, kalau kita sudah 48 persen dosis kedua, di Afrika masih banyak yang di bawah 10 persen. ini konteksnya panggilan konsensus tadi. Di sisi lain koneksinya adalah global prepareness for pandemic tadi. Ini yang minimum harus kita kejar, kita pastikan dibahas, memang ini enggak gampang (secara) geopolitik, tapi harus diletakkan Indonesia secara leadership sehingga tujuan perdamaian dunia ini tercapai,” kata Febrio.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version