Menu
in ,

BEI: 15 “Unicron” dan “Centaur” Berencana IPO

BEI: 15 “Unicron” dan “Centaur” Berencana IPO

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Direktur Penilaian I PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Gede Nyoman Yetna mengungkap, sebanyak 15 unicorn dan centaur telah menyatakan rencana untuk initial public offering (IPO). BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan sejumlah regulasi untuk mempermudah proses IPO itu.

Sebagai informasi, unicorn merupakan istilah bagi startup yang memperoleh nilai valuasi lebih dari sama dengan 1 miliar dollar AS–10 miliar dollar AS. Sementara centaur berada satu tingkat dibawah unicorn dengan nilai valuasi lebih dari sama dengan 100 juta dollar AS–1 miliar dollar AS.

Nyoman mengatakan, BEI memetakan 50 unicorn dan centaur yang telah diketahui melakukan penggalangan dana sekitar 20 juta dollar AS. Secara total, nilai valuasi yang diungkapkan dari perusahaan itu mencapai 22 miliar dollar AS.

“Kami sudah bertemu dengan sejumlah unicorn dan centaur sejak tahun lalu. Sebanyak 15 perusahaan telah menyatakan rencana untuk go public. BEI senantiasa menjalin komunikasi dan berupaya untuk mengakomodasi kebutuhan perusahaan-perusahaan tersebut terkait informasi mengenai proses IPO. Beberapa dari mereka sudah masuk ke kelas kami untuk masuk ke IPO journey dengan beberapa pihak stakeholder untuk kerja sama,” ungkapnya dalam webinar Edukasi Wartawan Pasar Modal, (3/2).

Nyoman bangga perkembangan unicorn dan centaur di Indonesia sangat pesat. Dari 15 unicorn yang dikenal di kawasan Asia Tenggara, sebanyak 9 unicorn berasal dari Indonesia. Sebut saja GoTo, Bukalapak, Traveloka, Xendit, Kopi Kenangan, Ovo, JD.ID, J&T Express. Selain itu, 27 perusahaan atau 38 persen centaur yang ada di Asia Tenggara berasal dari tanah air. Beberapa diantaranya adalah Akulaku, Kredivo, Blibli.com, Halodoc, Sociolla, Dana, Modalku, dan Ruang Guru.

“ASEAN merupakan negara yang kedepannya akan diperhitungkan, dari sisi pertumbuhan perusahaan dengan size unicorn dan centaur atau berdasarkan nilainya. Untuk itu, kita (BEI) dan OJK melakukan adaptasi regulator,” ungkap Nyoman.

Oleh sebab itu, untuk mendorong unicorn dan centaur menggalang dana di pasar modal Indonesia, OJK telah mengeluarkan aturan mengenai multiple voting share (MVS). Regulasi MVS ini dibuat untuk membuka peluang perusahaan teknologi melaksanakan IPO dengan tetap menjaga pengendalian dari para pendiri perusahaan. Secara lengkap, aturan tertuang dalam POJK Nomor 22/POJK.04/2021 tentang Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel oleh Emiten dengan Inovasi dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas Berupa Saham.

“Aturan ini memungkinkan pemegang satu saham dapat memiliki lebih dari satu hak suara,” kata Nyoman.

Seperti diketahui, secara permodalan, kepemilikan pendiri perusahaan berbasis teknologi tergolong kecil jika dibandingkan dengan jumlah modal yang ditanamkan investor lain. Dengan tetap menjadi pengendali meski persentase kepemilikan kecil, para pendiri perusahaan diharapkan tetap memiliki kuasa untuk mewujudkan ide maupun visi perusahaan jangka panjang.

BEI juga melakukan perubahan pada Peraturan Nomor I-A terkait Pencatatan Saham. Salah satu poin penting perubahannya adalah mengenai pengembangan persyaratan pencatatan di papan utama dan papan pengembangan—akselerasi sebelum IPO.

“Perusahaan kini memiliki opsi lebih luas untuk dapat tercatat di BEI selain menggunakan persyaratan NTA (net tangible asset). Terdapat beberapa pilihan persyaratan seperti, akumulasi laba sebelum pajak, pendapatan usaha, total aset, atau akumulasi arus kas dari aktivitas operasi yang masing-masing dikombinasikan dengan nilai kapitalisasi pasar tertentu. Adanya beragam pilihan persyaratan pencatatan ini dimaksudkan agar memberikan kesempatan yang lebih luas, baik perusahaan konvensional maupun perusahaan dengan karakteristik new economy untuk dapat memanfaatkan keberadaan pasar modal,” jelas Nyoman.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version