in ,

DJP Sediakan Mobil Khusus Permudah Wajib Pajak

DJP Sediakan Mobil Khusus
FOTO: IST

DJP Sediakan Mobil Khusus Permudah Wajib Pajak

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sediakan Mobile Tax Unit atau mobil khusus yang keliling untuk semakin permudah masyarakat menunaikan kewajiban perpajakannya.

“DJP memiliki Mobile Tax Unit untuk memperluas jangkauan perpajakan daerah. Namun, tidak semua unit vertikal DJP mendapatkan Mobile Tax Unit. Hanya beberapa kantor pajak yang mengoperasikan Mobil Tax Unit untuk memudahkan Wajib Pajak yang mempunyai kendala keterbatasan waktu dan akses ke kantor pajak karena jarak tempuh yang cukup jauh,” tulis DJP dalam akun resmi Instagram @ditjenpajakri, pada (11/12).

Salah satu Mobile Tax Unit diberikan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP)  Pratama Ketapang. Layanan yang mulai dioperasikan tahun 2017 ini hadir untuk melayani Wajib Pajak di wilayah Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara.

KPP Pratama Ketapang menjelaskan, Mobile Tax Unit merupakan sebuah fasilitas yang disediakan oleh DJP untuk memenuhi kebutuhan layanan di luar kantor (LDK). Adapun layanan yang disediakan, seperti pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan, pembuatan kode Billing, konsultasi perpajakan, layanan perpajakan lainnya.

“Mobil Pajak juga digunakan untuk melakukan survei lokasi usaha Wajib Pajak yang mengajukan permohonan Pengusaha Kena Pajak (PKP), pemeriksaan daerah terpencil (PDT), penilaian Pajak Bumi Bangunan (PBB), dan sebagainya,” tulis KPP Pratama Ketapang dalam akun resmi Instagram @pajakketapang.

Baca Juga  DJP Jelaskan Penghitungan Pajak atas THR

Saat ini DJP terus berupaya memberikan pelayanan yang memudahkan Wajib Pajak. Secara umum, DJP tengah mengembangkan layanan click, call, and counter (3C). Hal ini juga sesuai dengan amanat Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-33/PJ/2020.

Click, maksudnya DJP menjelaskan, Wajib Pajak dapat memanfaatkan layanan perpajakan secara on-line, antara lain pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); pelaporan SPT tahunan dan SPT masa bagi Wajib Pajak yang sudah menggunakan e-Filing; dan layanan penerbitan surat keterangan fiskal (SKF), surat keterangan penerbitan formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, atau perubahan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan (validasi SSP PPhTB): aktivasi electronic filing identification number (EFIN), dan layanan di unit pelaksana restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di bandar udara.

Call, artinya bila Wajib Pajak mengalami kendala, maka dapat menghubungi pusat panggilan DJP yang digawangi Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan (KLIP). Optimalisasi layanan pusat panggilan dilakukan dengan menambah tugas KLIP menjadi pengelola proses transaksional perpajakan, seperti permohonan perubahaan data Wajib Pajak orang pribadi, perubahan Wajib Pajak badan, aktivasi Wajib Pajak nonefektif, dan penetapan Wajib Pajak nonefektif.

Baca Juga  Syarat Mengajukan Surat Keterangan Sengketa Pajak

Wewenang ini di terapkan secara bertahap di tahun 2020. Sebelumnya, KLIP hanya memiliki kewenangan menerima pengaduan dan menyampaikan informasi perpajakan melalui Kring Pajak (1500200), twitter (@kring_pajak), live chat (pajak.go.id), dan surel ([email protected]). Informasi perpajakan itu berupa pengingat penyampaian SPT tahunan dan kampanye pembayaran pajak sebelum jatuh tempo kepada Wajib Pajak penerima surat tagihan pajak.

Counter, apabila sangat membutuhkan layanan langsung, Wajib Pajak dapat mengunjungi (KPP). Singkatnya, urusan perpajakan diharapkan rampung tanpa tatap muka dengan petugas pajak, sehingga menyambangi KPP adalah opsi terakhir.

Dengan pelayanan perpajakan yang terus dioptimalkan, DJP optimistis rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) terus meningkat. Adapun target rasio pajak di tahun 2022 mencapai 9,3 hinga 9,5 persen terhadap PDB dan diproyeksikan berada pada kisaran 9,3 persen hingga 10 persen terhadap PDB pada tahun depan.

Baca Juga  Penerimaan Pajak Ekonomi Digital Rp 23,04 T per Maret 2024

Seperti diketahui, rasio pajak Indonesia terhadap PDB mengalami tren penurunan. Di tahun 2014, rasio pajak mencapai 13,7 persen terhadap PDB, lalu menurun menjadi 10,7 persen di tahun 2017. Kemudian, pandemi COVID-19 di tahun 2020 mengakibatkan rasio pajak semakin anjlok menjadi 8,33 persen terhadap PDB. Di tahun 2021, rasio pajak naik menjadi 9,11 persen terhadap PDB.

Kendati begitu, rasio pajak Indonesia ini masih lebih rendah dibandingkan negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Misalnya, rasio pajak Malaysia berada di kisaran 14 persen terhadap PDB, Filipina 13,67 persen, Singapura 14,29 persen, dan Kamboja 15,3 persen.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *