“Transaksinya tetap berjalan tanpa rasa terganggu dengan pajak, karena kami usahakan tarifnya tidak lebih besar dengan biaya transaksinya,” tambah Andhika.
Pada teknis skema pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak berkewajiban untuk memungut dan menyetor PPN. Sebab tugas itu telah dialihkan ke exchanger melalui sistem Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) kripto. Adapun exchanger didefinisikan sebagai perusahaan yang memberikan akses dan fasilitas kepada investor untuk bertransaksi dan membeli aset kripto.
“Jadi yang biasanya PKP memungut PPN, ini sudah digantikan perannya oleh exchanger. PKP tidak membuat faktur dan setor, tetapi harus tetap melaporkan. Nah, waktu melaporkan SPT Masa PPN, PKP tidak perlu lagi membuat faktur pajak. PKP cukup menyertakan bukti potong PPN yang didapat. Ini sudah dianggap dokumen yang persamaan. Tinggal dikasih keterangannya pajak yang sudah dipungut oleh pihak lain,” jelas Andhika.
Di lain sisi, menurutnya, pemerintah tidak ingin membebani exchanger dalam negeri saja. DJP bisa menunjuk exchanger luar negeri untuk memungut pajak atas transaksi aset kripto.
Kendati demikian, Kepala Sub Direktorat Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung menegaskan, apabila exchanger kripto dari luar negeri yang nantinya resmi ditunjuk sebagai pemungut pajak tidak melakukan tugasnya, maka pemerintah memiliki kewenangan untuk melakukan pemutusan akses.
Comments