in ,

Definisi Hingga Tarif Pajak Bumi dan Bangunan

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan
FOTO: IST

Definisi Hingga Tarif Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak.com, Jakarta – Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan atau kerap disingkat PBB, bagi masyarakat awam seringkali dikaitkan dengan dunia properti seperti rumah dan tanah/kebun. Pasalnya, kewajiban membayar PBB atas rumah atau tanah yang Anda miliki muncul setiap tahunnya. Padahal, pengenaan PBB tidak hanya berkutat pada rumah dan kebun saja. Nah, untuk memahaminya, berikut Pajak.com tuturkan definisi hingga tarif Pajak Bumi dan Bangunan secara jelas untuk Anda.

Apa itu Pajak Bumi dan Bangunan?

Berdasarkan aturan pertama yang mencetuskan istilah ini yakni Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, dijelaskan bahwa bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya; sementara bangunan merupakan konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.

Dari dasar itu, maka Pajak Bumi dan Bangunan diartikan sebagai pungutan atas tanah dan bangunan yang muncul karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi bagi seseorang atau badan, yang memiliki suatu hak atasnya, atau memperoleh manfaat dari padanya.

Menurut UU 12/1985, wajar apabila mereka diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada negara melalui pajak. Kalau dilihat berdasarkan sifatnya, Pajak Bumi dan Bangunan bersifat kebendaan. Artinya, besaran pajak terutang ditentukan dari keadaan objek yaitu bumi dan/atau bangunan. Sementara keadaan subjeknya tidak ikut menentukan besarnya barang.

Baca Juga  Bayar PBB Tepat Waktu di Sukabumi, Berpeluang Umrah Gratis

Awalnya, Pajak Bumi dan Bangunan dipungut dan dikelola oleh pemerintah pusat, tetapi kemudian beralih ke pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah sejak 2009 silam. Adapun peraturan perubahannya secara jelas dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Sementara PBB sektor Pertambangan, Perhutanan, dan Perkebunan (PBB P3) masih berada di bawah kewenangan pemerintah pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dalam UU 28/2009, definisi bumi menjadi permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota.

Sementara pengertian bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut. Secara lebih lengkap, pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Subjek dan objek Pajak Bumi dan Bangunan

Yang merupakan subjek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang pribadi dan badan yang secara nyata memiliki hal-hal yang terdapat hak atas bumi, memperoleh manfaat atas bumi, memiliki bangunan, menguasai bangunan, memperoleh manfaat atas bangunan.

Baca Juga  Kriteria Pemotong Pajak yang Wajib Lapor SPT Masa PPh 23/26 dalam Bentuk Dokumen Elektronik 

Sementara untuk objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Lebih rinci yang termasuk objek pajak bumi adalah berupa sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, dan tambang. Sementara contoh objek bangunan meliputi rumah tinggal, hotel, pabrik, bangunan usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, kolam renang, pagar mewah, jalan tol, tempat olahraga, galangan kapal, dermaga, taman mewah, tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak, dan menara.

Objek dikecualikan

Sebagaimana aturannya, tidak semua objek bumi bangunan bisa dikenakan PBB, dan memiliki kriteria tertentu, yakni:

a. digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan;
b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
c. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
d. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
e. digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; dan
f. digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan

Baca Juga  Klarifikasi Kemenkeu Soal Aturan Barang Bawaan ke Luar Negeri
Tarif 

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3 persen. Namun, perlu diingat bahwa tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Adapun dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang besarnya ditetapkan oleh kepala daerah. Besarnya NJOP itu ditetapkan setiap tiga tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. Sementara untuk NJOP Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp 10 juta untuk setiap Wajib Pajak.

Besaran pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak (NJOP), setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *