in ,

Aspakrindo Beri Masukan Implementasi Pajak Kripto

Implementasi Pajak Kripto
FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Kurniawan Harmanda, mengungkapkan telah memberi masukan implementasi pajak kripto kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Aspakrindo menyampaikan, PMK yang akan berlaku mulai Mei 2022 ini belum sepenuhnya menyentuh beragam jenis transaksi aset kripto, sehingga implementasi aturan masih membutuhkan waktu untuk pengembangan Application Programming Interface (API) dan sosialisasi. Masukan itu Aspakrindo sampaikan saat melakukan pertemuan dengan DJP beberapa hari yang lalu.

“Beberapa gambaran secara general, karena untuk transaksi B2B (Business to Business), exchanger to exchanger, masih belum ada aturannya. Karena saat ini exchanger tidak berdiri sendiri, karena saling membuka diri, sehingga setiap exchanger yang saling bekerja sama punya posisi jual-beli aset kripto yang sama. Dalam aturan PMK Juga belum dijelaskan untuk pemberian hadiah, seperti campaign rewards, air drops, dan lainnya berupa aset kripto, apakah dilakukan pemungutan pajak atau tidak. Bila tetap dipungut dasarnya apa?—PPN (Pajak Pertambahan Nilai) atau PPh (Pajak Penghasilan) Final? Begitu pula dengan pertukaran barang/jasa dengan aset kripto,” kata pria yang hangat disapa Manda ini kepada Pajak.commelalui pesan singkat, (28/4).

Baca Juga  Kanwil DJP Jakut Catatkan Penerimaan Rp 4,32 T per 31 Januari 2024

Selain itu, menurut Aspakrindo, PMK Nomor 68 Tahun 2022 juga dinilai masih memiliki paradigma regulasi stock market, padahal itu memiliki perbedaan fundamental dengan transaksi pasar kripto. Manda menjelaskan, perbedaan paradigma transaksi stock market dan kripto ada di lembaga perantara. Seperti diketahui, Indonesia belum memiliki lembaga bursa aset kripto yang bisa menjadi lembaga perantara antar-exchange. Bila bursa kripto terealisasi, pemungutan pajak akan lebih mudah karena semua transaksi akan terpusat.

“Stock market sudah menggunakan konsep seperti itu, dengan melibatkan IDX (Indonesia Stock Exchange) sebagai lembaga perantara antarsekuritas. Semua transaksi jual-beli saham bisa terpusat di IDX, sehingga pemungutan pajak akan jauh lebih mudah. Karena bursa kripto di Indonesia belum ada, transaksi jual-beli aset kripto dilakukan langsung antar-exchange. Tanpa bursa, tidak ada lembaga tunggal yang bisa mencatatkan pembukuan PPN dan PPh dalam transaksi multi exchange. Dari sisi teknik yang akan diterapkan oleh DJP akan menyulitkan, karena dalam transaksi multi exchange bisa terjadi pemungutan pajak ganda, sehingga bisa merugikan pelanggan maupun exchange nantinya,” ungkap Manda yang juga merupakan Chief Operating Officer (COO) Tokocrypto ini.

Baca Juga  Pojok Pajak Kanwil DJP Jaksel II Buka di Pameran INACRAFT dan Mal

Dalam pertemuan itu, Aspakrindo juga menyampaikan apresesiasi kepada pemerintah karena telah berupaya membangun ekosistem aset kripto yang lebih baik. Hal ini menjadi legitimasi bagi aset kripto menjadi bagian dalam kelas aset baru di Indonesia.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *