in ,

Akibat Kebijakan Pajak Ini Dihapus, Orang Kaya Ramai-Ramai Tinggalkan Inggris

Inggris
FOTO: IST

Akibat Kebijakan Pajak Ini Dihapus, Orang Kaya Ramai-Ramai Tinggalkan Inggris

Pajak.comLondon – Inggris sedang menghadapi gelombang eksodus orang superkaya menyusul keputusan pemerintah untuk menghapus status non-domiciled (nondom) mulai April 2025. Status ini sebelumnya memungkinkan orang berpenghasilan tinggi yang tinggal di Inggris untuk tidak membayar pajak atas penghasilan luar negeri selama jangka waktu tertentu.

Dengan diakhirinya fasilitas ini, daya tarik Inggris sebagai negara tujuan investasi dan domisili kekayaan mulai memudar. Meskipun aturan pajak nondom baru dihapus sebulan lalu, diperkirakan lebih dari 20.000 orang kaya telah meninggalkan Inggris akibat perubahan ini.

Sebagai informasi, status nondom merupakan salah satu kebijakan yang digunakan dalam sistem pajak Inggris untuk merujuk pada individu yang tidak berdomisili secara permanen di Inggris. Dengan status ini, hanya penghasilan yang diperoleh dari dalam negeri yang dikenai pajak. Artinya, penghasilan dari luar negeri tidak dikenai pajak Inggris, selama tidak dibawa masuk ke dalam negeri the Black Country ini.

Tidak heran, skema ini sering digunakan oleh orang-orang superkaya dari berbagai negara yang menetap sebagian waktu di Inggris. Salah satu tokoh terkenal yang diketahui memiliki status ini adalah Akshata Murty, istri mantan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak. Namun, banyak pihak menilai status nondom menciptakan ketimpangan karena memberikan keuntungan perpajakan bagi segelintir orang asing, sementara penduduk permanen Inggris tetap dikenai pajak atas seluruh penghasilan global.

Perubahan kebijakan ini awalnya diumumkan oleh pemerintahan sebelumnya dan kini dikukuhkan dalam anggaran musim gugur oleh otoritas fiskal baru. Mulai April 2025, individu yang pindah ke Inggris hanya diberikan pembebasan pajak atas penghasilan luar negeri selama empat tahun. Setelah masa tersebut, seluruh penghasilan akan dikenai pajak sesuai ketentuan umum. Sementara itu, nondom yang sudah tinggal di Inggris akan diberi masa transisi selama tiga tahun untuk memindahkan aset luar negeri ke dalam negeri.

Baca Juga  Kanwil DJP Jaksus Edukasi Perusahaan Multinasional Cara Penyampaian CbCR di Coretax

Bahkan, Reeves juga menyatakan bahwa orang yang tinggal di Inggris setidaknya 10 dari 20 tahun terakhir akan dikenai pajak warisan atas seluruh aset globalnya. Dengan kata lain, aset yang diperoleh sebelum tinggal di Inggris juga dapat masuk dalam cakupan pajak, terutama jika tidak ada perjanjian pajak ganda antara Inggris dan negara asal aset.

Tekanan fiskal yang terus meningkat turut memperkuat tren eksodus ini. Selain penghapusan status nondom, orang superkaya juga menghadapi ambang batas pajak yang dibekukan, penurunan drastis atas batas penghasilan bebas pajak dividen dan capital gain, serta Pajak Penghasilan (PPh) 45 persen bagi yang berpenghasilan di atas 125 ribu poundsterling (sekitar Rp2,76 miliar) per tahun. Mulai April 2024, tunjangan dividen dipangkas dari 1.000 poundsterling menjadi 500 poundsterling, sementara tunjangan capital gain turun menjadi 3.000 poundsterling.

Di kalangan pemilik aset global, muncul kekhawatiran bahwa ruang gerak untuk optimalisasi pajak semakin sempit. Bukan hanya karena rezim pajak yang berubah, tetapi juga karena berbagai insentif fiskal yang dulu bisa dimanfaatkan kini mulai dibatasi secara ketat.

Baca Juga  Shopee hingga Tokopedia Jadi Pemungut Pajak, DJP: Ini Cuma Mekanisme Pembayaran dan Bukan Pajak Baru

Struktur keuangan lintas negara yang selama ini digunakan untuk melindungi kekayaan keluarga dinilai sangat rentan terhadap ketentuan baru ini. Banyak keluarga kaya mempertimbangkan untuk merevisi rencana investasi dan kepemilikan properti karena risiko pajak yang meningkat. Mereka khawatir kekayaan yang telah lama ditempatkan di luar negeri, termasuk dalam perwalian dan dana keluarga, akan terseret ke dalam sistem pajak Inggris.

Pasar properti mewah di London turut merasakan dampak dari kebijakan ini. CEO jaringan agen properti Winkworth Dominic Agace mencatat bahwa minat beli properti dari kalangan berpenghasilan tinggi mengalami penurunan sejak penghapusan nondom diumumkan. Langkah pelonggaran masa transisi memang disambut positif, tetapi belum dianggap cukup untuk membalikkan tren tersebut.

Sejatinya, Pemerintah Inggris berharap kebijakan ini mampu menambah penerimaan negara dan menciptakan sistem pajak yang lebih merata. Namun, potensi keluarnya pemilik modal secara besar-besaran justru dapat mempersempit basis pajak dan menurunkan daya tarik Inggris sebagai pusat keuangan global.

Dalam situasi seperti ini, pengamat aset global menganjurkan agar Inggris perlu menyeimbangkan antara keadilan fiskal dan daya saing internasional. Jika terlalu menekan pemilik modal, risiko kehilangan arus investasi jangka panjang akan menjadi nyata—sebuah konsekuensi yang berlawanan dengan tujuan awal kebijakan tersebut.

Ke Mana Tujuan Baru Para Pemilik Aset?

Negara seperti Uni Emirat Arab (UEA), Amerika Serikat (AS), Singapura, Kanada, hingga Australia kini menjadi tujuan populer relokasi kekayaan. UEA, khususnya Dubai, menjadi magnet utama karena menawarkan kehidupan mewah tanpa PPh.

Baca Juga  Akademisi UI Dorong Optimalisasi Penerimaan dari Wajib Pajak “Crazy Rich”, Ini Respons Staf Sri Mulyani hinga Praktisi

Mengutip laporan Moneyweek, sebanyak 6.700 jutawan baru telah bermigrasi ke UEA di sepanjang 2024. Betapa tidak, negara ini juga memiliki program golden visa yang memungkinkan pemohon mendapat izin tinggal dengan membeli properti minimal 2 juta dirham (sekitar Rp8,86 miliar).

Sementara di AS, program investor imigran memberikan izin tinggal khusus untuk yang menanamkan modal sebanyak 800.000 hingga 1.050.000 dolar AS dalam proyek-proyek ketenagakerjaan. Singapura pun menawarkan izin tinggal bagi investor yang mendirikan perusahaan baru atau membuka kantor keluarga (family office). Kanada dan Australia juga membuka pintu bagi investor dan talenta internasional dengan kriteria khusus.

Sementara itu, negara seperti Italia, Portugal, Malta, dan Yunani masih mempertahankan skema golden visa yang kompetitif di kawasan Eropa. Sebaliknya, Spanyol menghentikan program serupa pada April dan bahkan mempertimbangkan pajak hingga 100 persen bagi pembeli properti dari luar Uni Eropa.

Meskipun Inggris tetap menarik dari sisi stabilitas, sistem hukum, dan kualitas pendidikan, daya saing fiskal dipastikan terus menurun. Untuk mempertahankan minat investor global, para pengamat menganjurkan Pemerintah Inggris menerapkan insentif yang lebih realistis, seperti perpanjangan masa pembebasan pajak atau skema tarif tetap seperti yang diterapkan di beberapa negara Eropa tersebut.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *