Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) sudah lama menjadi pembahasan oleh pemerintah dan DPR. RUU PDP masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas pada tahun 2019, 2020, dan 2021. Namun hingga kini pembahasan tersebut masih belum terselesaikan. Bahkan RUU PDP kembali masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2022 mendatang.
Salah satu yang menjadi penghambat proses pembahasan RUU PDP adalah perbedaan pendapat antara pemerintah dan DPR mengenai lembaga otoritas yang mengawasi perlindungan data pribadi (PDP).
Pemerintah dalam hal ini yaitu Kemenkominfo menginginkan lembaga pengawasan PDP dibentuk di bawah kementeriannya. Sedangkan DPR menginginkan adanya lembaga pengawasan PDP yang independen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden karena dinilai dapat membuat lembaga tersebut bekerja lebih optimal.
Pingkan Audrine Kosijungan selaku Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan bahwa pentingnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) harus segera diselesaikan karena RUU PDP menentukan perkembangan ekonomi digital Indonesia, yang perkembangannya masih terganggu oleh kasus-kasus kebocoran data yang sering terjadi.
Lanjutnya, Pingkan juga menjelaskan bahwa kehadiran RUU PDP sangat relevan dengan ekonomi digital, karena mengatur aspek keamanan dan kerahasiaan data pribadi yang jauh lebih luas dari yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.71 Tahun 2019. Kepercayaan masyarakat terkait keamaan dan kerahasiaan data sangat dibutuhkan untuk perkembangan ekonomi digital.
Kemudian Pingkan mengatakan bahwa dalam PP 71/2019 fokus utamanya adalah sistem dan transaksi elektronik, padahal dalam konteks ekonomi digital juga membutuhkan jaminan hak-hak konsumen digital termasuk hak terkait keamaan dan kerahasiaan data konsumen. Walaupun memang dalam PP 71/2019 terdapat regulasi yang mewajibkan penyelenggara sistem elektronik (PSE) lingkup publik (instansi pemerintahan seperti BPJS Kesehatan) dan PSE lingkup privat untuk menjaga keamanan dan kerahasiaan data konsumen. Namun, dalam peraturan tersebut sanksinya hanya sebatas administratif dan kewajiban PSE lingkup publik juga belum terdapat penjelasannya secara rinci.
Pingkan juga menuturkan bahwa dengan komitmen dan ambisi Indonesia yang besar untuk memperkuat transformasi digital pada Presidensi G20, maka sudah seharusnya pembahasan RUU PDP segera diselesaikan.
Kemudian lanjutnya, jika dilihat dari pertumbuhan selama lima tahun terakhir, ekonomi digital Indonesia tumbuh dari sekitar 8 miliar dollar AS pada tahun 2015, menjadi 44 miliar dollar AS di tahun 2020. Diperkirakan ekonomi digital akan terus tumbuh, terlebih lagi adanya pandemi Covid-19 yang mempercepat transformasi digital dengan banyaknya kegiatan secara daring melalui sistem elektronik dan aplikasi digital.
Sehingga dengan disahkannya RUU PDP maka terdapat kerangka regulasi yang akomodatif terhadap perkembangan transformasi digital terutama di bidang ekonomi, serta adanya jaminan keamanan data masyarakat dalam ekonomi digital.
* Penulis Adalah Mahasiswi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Fakultas: Ekonomi dan Bisnis, Jurusan: Akuntansi, Angkatan 2020
* Informasi yang disampaikan dalam Artikel ini Sepenuhnya merupakan Tanggung Jawab Penulis
Comments