PBB Minerba Dalam Industri Pertambangan
Pada era globalisasi saat ini banyak faktor-faktor yang terjadi pada suatu Negara terhadap pertumbuhan ekonomi di negara tersebut, diantaranya yaitu Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya Alam (SDA), Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), Produk Domestik Bruto (PDB), Produk Nasional Bruto (PNB), hal terpenting dalam suatu negara agar negara tersebut berkembang secara ekonomi yaitu adalah meningkatnya PDB. Dilansir (https://fiskal.kemenkeu.go.id/fiskalpedia/2021/08/19/16) Kementrian Keuangan pertumbuhan ekonomi diukur dengan menggunakan data PDB.
PDB menjadi salah satu indikator atau faktor untuk mengetahui kondisi ekonomi disuatu negara dalam periode tertentu, apabila PDB meningkat, pertumbuhan ekonomi meningkat maka penerimaan pajak juga akan meningkat, hal ini karena sesuai dengan kondisi rill kemampuan ekonomi. Negara Indonesia dilansir Kompas.com terdapat 4 sektor penerimaan pajak terbesar yaitu pertama sektor manufaktur atau industri pengolahan sebesar 27,3 persen, kedua sektor Jasa keuangan dan asuransi sebesar 24,6 persen, ketiga sektor perdagangan sebesar 24,2 persen dan terakhir sektor pertambangan sebesar 10,1 persen.
Pada sektor pertambangan terdapat beberapa aspek perpajakan yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). PBB pada sektor pertambangan bisa disebut PBB mineral dan batu bara (PBB Minerba), PBB Minerba adalah Pajak Bumi dan Bangunan atas bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan Batubara.
Pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 32 Tahun 2012 dijelaskan Objek, Subjek, Dasar Pengenaan PBB Minerba dan ketentuan lainnya. Pada pasal 2 ayat 1 Objek Pajak PBB Minerba adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan Batubara. Bumi yang dimaksud pada pasal 2 ayat 1 adalah permukaan bumi meliputi tanah dan/atau perairan pedalaman (onshore) dan perairan lepas pantai (offshore) yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi dan/atau operasi produksi serta tubuh bumi yang berada dibawah permukaan bumi
Pada pasal 3 ayat 1 Subjek Pajak PBB Minerba orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, atas objek pajak PBB Mineral dan Batubara, artinya setiap Orang Pribadi atau Badan Usaha yang mempunyai atau memiliki hak, memperoleh manfaat serta menguasai atas Objek Pajak dianggap sebagai Subjek Pajak dan harus melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Dasar penghitungan PBB Minerba dijelaskan pada pasal 8 yaitu adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang didapat dari hasil penjumlahan antara NJOP bumi dan NJOP bangunan, NJOP bumi itu sendiri meliputi
- permukaan bumi merupakan hasil perkalian antara total luas areal objek pajak yang dikenakan dengan NJOP bumi per meter persegi
- tubuh bumi eksplorasi merupakan hasil perkalian antara luas wilayah izin pertambangan dengan NJOP bumi per meter persegi;
- tubuh bumi operasi produksi merupakan hasil perkalian antara luas wilayah izin pertambangan dengan NJOP bumi per meter persegi.
Jumlah NJOP bangunan merupakan hasil perkalian antara total luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi. Dalam tercapainya penerimaan pajak secara tepat sasaran maka Subjek Pajak harus melakukan pemutakhiran data Objek Pajak PBB Minerba dengan cara mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP) dengan jelas benar dan lengkap paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP oleh Subjek Pajak.
Pandangan dan opini dalam artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan atau kebijakan PAJAK.COM.
Comments