Oleh karena itu, ia berharap, semua dapat bergotong royong dan berkomitmen, bahwa 20 persen bisa diterjemahkan dalam bentuk kualitas pendidikan Indonesia yang menghasilkan manusia produktif, inovatif, berkarakter kebangsaan, dan menjadi manusia yang bisa membawa Indonesia adil dan makmur. Selanjutnya, Indonesia juga perlu pengembangan di bidang kesehatan.
“Bicara tentang SDM, bicara pula soal pemenuhan hak dasar warga negara, seperti hak pendidikan dan layanan kesehatan. Pun dengan jaminan sosial yang membantu warga miskin mengakses dua aspek tersebut. Sehingga kita tidak hanya bicara tentang what, apa yang perlu untuk pendidikan. Tapi how, yakni bagaimana membagi kewenangan, tanggung jawab, akuntabilitas, dan making sure bahwa seluruh resources dan policy bisa mencapai hasilnya,” jelas Sri Mulyani.
Kedua, membangun infrastruktur. Bukan hanya sekadar kuantitas, tapi infrastruktur berkualitas dan tepat. Sri Mulyani mengatakan, pembangunan perlu melibatkan pihak swasta, mengingat APBN memiliki keterbatasan untuk membangun semua hal.
“Tidak mungkin negara manapun di dunia yang membangun infrastruktur hanya menggunakan resources dari negara atau APBN. Maka ini tantangan, bagaimana framework kerja sama yang transparan dan menciptakan infrastruktur yang efisien,” tutur dia.
Ketiga, efisiensi birokrasi. Berdasarkan pengalaman 20 negara yang bisa masuk dalam negara berpendapatan tinggi, mereka memiliki institusi yang efisien, agile, dan tata kelola yang bagus.
“Selain itu, korupsi dan konflik kepentingan harus diperangi. Konteks ini yang merupakan reformasi birokrasi itu penting, namun tidak underestimate peranan sektor privat juga penting,” kata Sri Mulyani.
Keempat, kemampuan negara melakukan transformasi ekonomi berbasis digital. Sri Mulyani mengatakan, pandemi COVID-19 menjadi momentum percepatan ekonomi digital Indonesia.
Comments