in ,

Sektor UMKM Perlu Pendampingan Masuki Era Digitalisasi

Aviliani mengatakan, potensi pasar digital semakin besar. Hanya saja, 60 persen UMKM Indonesia bergerak di sektor perdagangan. Problem digitalisasi UMKM sektor perdagangan ini, menurutnya tidak akan bisa bertahan lama ketika mereka tidak memiliki nilai tambah, selain berjualan secara on-line. Sebab, mereka akan terkena dampak karena margin keuntungan yang makin tipis. Untuk itu, UMKM harus dibina agar selain berdagang mereka juga bisa menciptakan nilai tambah.

“Karena dengan adanya  digitalisasi maka akan ada symmetric information. Kita bisa dapat informasi dari mana saja. Jadi kita bisa mendapatkan barang yang sama dengan harga yang lebih murah. Itu yang harus hati-hati ke depan. Sektor UMKM yang hanya berdagang tanpa nilai tambah, misalnya layanan purnajual itu berbahaya karena marginnya semakin tipis,” kata Aviliani.

Baca Juga  Xiaomi Siap Kuasai Pasar EV dengan Peluncuran Sedan SU7

Selain itu, kondisi pandemi juga memunculkan fenomena financial tecnology (fintech) yang menyasar pangsa pasar unbankable. Fintech mengambil pangsa pasar ini. Di sisi lain, kondisi pandemi juga membuat kenaikan transaksi e-commerce juga tinggi. Hal ini menurut Aviliani juga turut meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, di negara maju, di era digitalisasi ini terbukti mampu mengurangi tingkat korupsi. Sebab, setiap informasi mulai dari individu hingga organisasi atau korporasi terekam dengan detail dan jelas. Lebih dari itu, pemerintah juga akan mendapatkan potensi pajak yang besar karena profil Wajib Pajak potensial mudah terseleksi.

Ditulis oleh

Baca Juga  Bank DKI Raih Penghargaan ESG Recognized Commitment

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *