in ,

PMI Manufaktur Indonesia Catat Rekor Tertinggi, Tembus Level 53,6 pada Februari 2025

PMI Manufaktur Indonesia
FOTO: IST

PMI Manufaktur Indonesia Catat Rekor Tertinggi, Tembus Level 53,6 pada Februari 2025

Pajak.com, Jakarta – Industri manufaktur Indonesia semakin menunjukkan tren positif di awal tahun 2025. Hal ini dibuktikan dengan capaian Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis S&P Global mencapai 53,6 pada Februari 2025, naik 1,7 poin dibandingkan Januari 2025 yang berada di angka 51,9.

PMI manufaktur yang berada di atas level 50 menunjukkan ekspansi industri, sejalan dengan capaian Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang dilaporkan oleh Kementerian Perindustrian. IKI pada Februari 2025 tercatat di level 53,15, meningkat 0,05 poin dari Januari 2025 dan 0,59 poin dibandingkan Februari 2024.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa industri manufaktur nasional terus menunjukkan pertumbuhan yang stabil meskipun menghadapi berbagai tantangan ekonomi dan politik global.

“Sama dengan bulan Januari 2025, di bulan Februari juga untuk PMI manufaktur Indonesia dan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) berada pada fase ekspansi. Ini menandakan bahwa sektor industri manufaktur terus berkembang dengan optimisme yang cukup tinggi di awal tahun,” ujarnya dalam keterangan resmi dikutip Pajak.com pada Senin (3/3/2025).

Baca Juga  Di Tengah Kasus Dugaan Korupsi, Pertamina Tegaskan Akan Tetap Impor Minyak Mentah 

Peningkatan PMI manufaktur tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang mendukung produktivitas dan daya saing industri. Agus menekankan bahwa pemerintah terus berupaya menjaga kondisi usaha yang kondusif dengan berbagai regulasi strategis, termasuk pengendalian impor untuk melindungi industri dalam negeri.

“Karena pasar domestik masih menjadi andalan, harus dipastikan gempuran impor bisa dihilangkan, dengan diterbitkan kebijakan safeguard, lartas, dan lain-lain untuk melindungi pasar dalam negeri,” tegasnya.

Selain itu, kebijakan tata kelola impor juga menjadi perhatian utama, terutama bagi industri tekstil dan produk tekstil. Agus optimistis bahwa kebijakan baru terkait pengendalian impor akan menciptakan persaingan yang lebih adil di pasar domestik.

“Tentunya kebijakan ini akan menciptakan fair play di pasar domestik terhadap barang-barang impor yang diduga melakukan praktik dumping. Tentunya optimisme ini akan berlanjut apabila hal yang sama diberlakukan juga kepada komoditi-komoditi hilir lainnya yang langsung dikonsumsi masyarakat,” ungkapnya.

Dampak Positif bagi Tenaga Kerja dan Investasi

Tingginya pertumbuhan manufaktur juga berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Beberapa perusahaan meningkatkan kapasitas produksinya, sehingga jumlah tenaga kerja pada Februari 2025 mengalami peningkatan tercepat dalam sejarah survei PMI manufaktur.

Baca Juga  Nilai Ekspor Tembus 5,5 Miliar Dolar AS, Industri Perhiasan Berpotensi Topang Ekonomi Nasional

“Industri manufaktur masih menjadi sumber pertumbuhan ekonomi nasional. Kontribusinya terhadap PDB merupakan yang terbesar. Kami yakin, PMI manufaktur Indonesia bisa lebih tinggi lagi apabila didukung dengan kebijakan yang strategis seperti merevisi kebijakan relaksasi impor untuk 7 subsektor industri,” kata Agus.

Pemerintah juga terus mendukung keberlanjutan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk industri, yang menjadi perhatian Presiden Prabowo Subianto. Keputusan Menteri ESDM Nomor 76K/2025 memperpanjang HGBT untuk tujuh sektor industri selama lima tahun ke depan, yang diyakini akan semakin mendorong pertumbuhan industri manufaktur.

Di sisi lain, Agus juga mendukung pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang bertujuan mendukung proyek strategis dalam pengembangan industri manufaktur. “Danantara akan berpengaruh terhadap kemajuan industri manufaktur di Indonesia, dengan fokus pada sejumlah kebijakan vital, di antaranya hilirisasi, transformasi digital, dan industri hijau,” ujarnya.

PMI Manufaktur Indonesia Ungguli Banyak Negara

Prestasi PMI manufaktur Indonesia juga menempatkannya di posisi lebih tinggi dibandingkan beberapa negara lain, termasuk Amerika Serikat (51,6), Taiwan (51,5), Filipina (51,0), China (50,8), Thailand (50,6), Malaysia (49,7), Vietnam (49,2), Jepang (48,9), Myanmar (48,5), Jerman (46,1), dan Inggris (46,4).

Baca Juga  Percepat Hilirisasi, Pemerintah Akan Bangun “Refinery” 1 Juta Barel per Hari 

“Indonesia mencatatkan pertumbuhan yang tertinggi di tingkat ASEAN. Bahkan juga melampaui negara-negara manufaktur global yang saat ini masih mengalami fase kontraksi,” jelas Agus.

Kepala Ekonom S&P Global Market Intelligence Joe Hayes, menilai bahwa peningkatan PMI manufaktur Indonesia mencerminkan permintaan yang kuat, menciptakan lebih banyak peluang kerja dan meningkatkan kepercayaan diri industri.

“Pertumbuhan ini mendorong perluasan lapangan kerja dan kenaikan volume pembelian. Kami juga melihat bahwa perusahaan lebih optimis terhadap perkiraan mendatang, kepercayaan diri naik paling tinggi dalam waktu hampir tiga tahun,” ujarnya.

Dengan tren positif ini, PMI manufaktur Indonesia diprediksi tetap berada dalam fase ekspansi pada Maret 2025, terutama karena meningkatnya aktivitas produksi menjelang bulan Ramadan dan Lebaran. Hal ini semakin menguatkan optimisme bahwa sektor manufaktur akan terus menjadi pilar utama pertumbuhan ekonomi nasional.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *